TEMPO.CO, Jakarta - John Mayall, sosok legendaris dari sejarah musik blues, telah berpulang pada Senin, 22 Juli 2024. John Mayall, yang dikenal sebagai 'godfather' musik blues di Inggris Raya, meninggal di usia 90 tahun di California, Amerika Serikat. Kabar kepergiannya disampaikan melalui akun Instagram miliknya, @johnmayallofficial, yang kini dikelola oleh pihak keluarga.
“Masalah kesehatan memaksa John mengakhiri karir tur epiknya, membawa kedamaian bagi salah satu pejuang jalanan terhebat di dunia ini. John Mayall memberi kami sembilan puluh tahun upaya tak kenal lelah untuk mendidik, menginspirasi, dan menghibur,” tulis unggahan akun tersebut.
Jejak Karier John Mayall
Perjalanan John Mayall dalam dunia musik blues tak bisa diabaikan. Pada akhir 60-an hingga 70-an, ia membawa angin perubahan dengan bermusik bersama sejumlah nama besar seperti Eric Clapton, Jack Bruce, dan Peter Green dari Fleetwood Mac. Mayall bukan hanya seorang musisi, tetapi juga seorang mentor yang berhasil mencetak bintang-bintang besar.
"Aku tak pernah punya lagu hits, tak pernah menang Grammy dan Rolling Stone tak pernah menulis apapun tentangku," kata John, dalam sebuah wawancara pada tahun 2013, dikutip melalui Billboard.
Namun, pengaruhnya dalam dunia musik akhirnya mendapatkan pengakuan ketika namanya masuk ke dalam Rock & Roll Hall of Fame pada 2024. Albumnya bersama Eric Clapton, Blues Breakers, dinobatkan sebagai salah satu karya British Blues terbaik sepanjang masa.
Sang Pembaptis Blues Inggris Raya
John Mayall. Foto : Cristina Arrigoni/ Johnmayall.com
John Mayall, lahir di Macclesfield, Inggris, pada 29 November 1933, memiliki darah seni dari ayahnya, Murray, yang bermain gitar di pub lokal dan mengoleksi rekaman. Meski awalnya berlatih sebagai seniman dan desainer grafis di Manchester College of Art, serta menjalani dinas militer di Korea, ia bekerja beberapa tahun di biro iklan. Panggilan hatinya akhirnya membawa John kembali ke musik.
Pada usia 30 tahun, ia memutuskan untuk menjadi musisi penuh waktu dan pindah ke London, tempat para pionir blues seperti Alexis Korner dan Cyril Davies telah membuka jalan. Perjalanan kariernya tidaklah mudah; bahkan ketika ia memiliki bintang-bintang masa depan seperti Eric Clapton, Peter Green, dan Mick Taylor di bandnya, The Bluesbreakers, mereka harus menjalani tur yang melelahkan dengan van, tampil di klub-klub kecil dengan penonton yang sedikit.
Akan tetapi, semuanya berubah setelah album Blues Breakers (1966) dirilis dan disusul oleh A Hard Road (1967) yang menampilkan Peter Green. Kesuksesan ini membawa John dan The Bluesbreakers ke panggung internasional. Mereka mulai melakukan tur di Amerika Serikat dan Eropa, dan album live mereka, The Diary of a Band (1968) mendapat sambutan hangat. Pertunjukan mereka di Fillmore West, serta di Jerman dan Italia, menjadi bagian dari sejarah musik blues yang masih dihargai hingga kini.
Sepanjang kariernya, John Mayall merilis lebih dari 70 album. Album terbarunya, The Sun Is Shining Down (2022), menunjukkan bahwa semangatnya tak pernah padam. Selain itu, ia juga merilis beberapa DVD, termasuk konser ulang tahun ke-70 yang menampilkan banyak mantan rekan-rekannya di musik blues.
John Mayall meninggalkan warisan yang tak ternilai di dunia musik. Ia tak hanya mempengaruhi genre blues, tetapi juga membentuk karier banyak musisi besar. Di akhir hayatnya, ia meninggalkan anak-anaknya: Gaz, Jason, Red, Ben, Zak, dan Samson, serta tujuh cucu dan empat cicit. Kedua pernikahannya yaitu dengan Pamela dan Maggie berakhir dengan perceraian, tetapi warisan musiknya akan terus hidup dan menginspirasi generasi mendatang.
INSTAGRAM | THE NEW YORK TIMES | BILLBOARD
Pilihan Editor: John Mayall Tampil Maksimal di Jakarta Blues Festival 2011