TEMPO Interaktif, Jakarta - Rhytm sederhana gitar akustik itu terdengar kasar di awal. Kadang diselingi dawai bas yang terkesan dicabik paksa. Lalu frekuensi rhytm berkurang, hanya mengisi melodi dari senar string nan nyaring. Melodinya yang naik turun karena dawai gitar di-bending. Meski tetap terdengar sedikit kasar, harmonisasinya terasa kuat.
Suara vokal bergumam muncul mengikuti melodi. Membawa suasana delta blues, generasi awal blues yang lahir dari era perbudakan di Mississipi, Memphis, Amerika Serikat. Menghangatkan kuping yang mendengarnya.
Tiba-tiba drum bertabuh. Aroma delta blues hilang seketika. Gitar akustik berganti elektrik diikuti permainan bas. Ditambah pukulan pada simbal, terciptalah rock blues yang sedikit lebih cepat dan jauh lebih enerjetik. Suasana rock makin terasa dengan lengkingan melodi gitar saat interlude. Menjelang akhir lagu, suasana rock hilang dan kembali ke delta blues.
Lagu Fight for Freedom menjadi pembuka album baru Gugun Blues Shelter yang bertajuk sama dengan nama grup ini. Album ini merupakan album keempat. Sebelumnya, grup ini telah memproduksi Get the Bug (2004), Turn It On (2006), dan Set My Soul on Fire (2009). Dirilis Maret tahun ini, album keempat sudah terjual lebih dari seribu keping cakram padat.
Album yang berisi sembilan lagu ini diproduksi cukup cepat, hanya memakan waktu enam pekan dan masih menggunakan label indie. Album ini juga yang pertama kali dirilis setelah grup ini mengubah namanya dari sebelumnya Gugun and the Bluesbug. Soal perubahan nama ini, Gugun sang gitaris sekaligus vokalis menjelaskan di Britania Raya juga ada grup yang menggunakan embel-embel Bluesbug. “Agen kami di sana meminta perubahan nama supaya tak ada tuntutan hukum,” kata Gugun saat dihubungi Tempo.
Tema album kali ini diakui Gugun lebih kelam dibandingkan album-album sebelumnya. Kemurungan, kesedihan, dan kemarahan diusung grup yang juga beranggota drummer Aditya Wibowo alias Bowie dan pemain bas Jon Armstrong ini dalam sejumlah liriknya. “Cover album pun kami buat gelap,” ujarnya.
Toh tema yang diangkat tak serta-merta membuat lagu-lagu dalam album ini menjadi cengeng. Lagu On the Run, misalnya, sejak awal terlihat ceria. Dengan pengulangan chord sederhana dan melodi yang menjelajahi nada rendah dan tinggi, lagu ini bisa membuat pendengarnya menggerakan kepala atau bahkan berdansa. Juga dalam Emptyness, petikan bas dan rhytm gitar terasa sangat funk.
Sejumlah lagu dalam album ini ditampilkan dengan tenang, tak menggebu-gebu. Good Thing Bad Things, misalnya, dibuka dengan akor gitar dan ketukan drum yang sederhana. Meskipun belakangan drum lebih kaya pukulan dan melodi gitar melengking, suasana santai masih terasa. Begitu juga dalam When I See You Again yang dimainkan dalam tempo lambat.
Tapi pada beberapa lagu, entakannya terasa kuat. Dalam White Dog, terdengar teriakan di sejumlah bagian. Ketukan drum cepat dan petikan bas yang berjalan berpadu dengan permainan gitar yang sedikit eksplosif. Selama enam menit, tiga personil menghadirkan keriuhan yang cukup mengejutkan.
Selain rock, Grup yang berdiri tahun 2000 dan telah tur beberapa kali ke luar negeri ini juga memasukkan unsur musik lain. Lagu Old Friend, misalnya, kental dengan aroma jazz. Beberapa progresi akornya bergeser sedikit sehingga lebih jazzy. Tapi tetap tak menghilangkan blues sebagai tonggak dasarnya.
Grup ini juga tetap menampilkan blues tradisional dalam albumnya. Lagu Whiskey Woman, misalnya, dilantunkan hanya dengan gitar akustik, bass drum, dan tamborin. Di awal lagu, Gugun menggunakan slide sebagai pengganti bending untuk melodi gitar, yang kemudian diulanginya setelah rhtym sederhana. Ditambah tepukan pada body gitar, suasana lagu terasa sangat akustik dan tak kosong.
Gugun juga bereksperimen dengan menggunakan keyboard dan piano dalam You’re the Man. Beberapa kali piano bergantian dengan gitar sebagai lead. Eksperimen yang memperkaya warna lagu, dan tak berlebihan. “Piano dan keyboard digunakan supaya lebih original Texas blues-nya lebih terasa,” kata Gugun.
Dililhat dari komposisi sembilan lagu, inilah hasil karya enam pekan yang begitu gado-gado. Gugun pun mengakui grupnya tak melulu hanya blues. “Memang kadang kami keluar sedikit dari pakem blues,” ujar Gugun.
Boleh dibilang, itulah sebuah pernyatan jujur yang membuat blues jauh dari membosankan dan bisa dinikmati berbagai kalangan, termasuk yang baru pertama kali mendengarnya. “Kami tertawa jika ada yang bilang musik kami cuma untuk orang tua. Lah kami sering banget tampil di pensi (pentas seni) sekolah-sekolah,” katanya.
PRAMONO