TEMPO.CO, Jakarta - Untuk merayakan 45 tahun berdirinya Institut Kesenian Jakarta (IKJ), panitia akan menggelar berbagai acara seni budaya, mulai dari bazar seni, pameran, pemutaran film, kompetisi lukis, pentas musik, hingga acara karnaval atau arak-arakan. Acara akan digelar mulai 25-27 Juni 2015.
"Acara-acara ini merupakan bentuk ucapan syukur kami sudah menapaki usia ke-45," ujar ketua panitia ulang tahun sekaligus Wakil Rektor Bidang Kerja Sama IKJ Melina Surya Dewi, saat konferensi pers di Galeri Cipta III, Senin, 22 Juni 2015.
Beberapa acara yang digelar nanti, kata Melina, merupakan karya dari para mahasiswa dan alumnus kampus yang awalnya bernama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta tersebut. Seperti pemutaran film, pameran internasional kolaborasi dari Fakultas Seni Rupa IKJ dan Sookmyung University-Korea Selatan, konser musik, dan arak-arakan yang dikomandoi oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Subarkah Hadisarjana.
Arak-arakan ini nantinya akan bernuansa Betawi. "Yang diarak tumpeng, arak-arakan kecil-kecilan saja dengan gaya Betawi, ada kembang kelapa dan ondel-ondel juga," ujar Subarkah. Menurutnya, Betawi ini punya warna yang beragam latar budaya dari Cina, India, Arab, Portugis, Belanda, dan sebagainya. Budaya Betawi juga punya budaya yang jenaka, spontan untuk persahabatan. Simbol Betawi yang kuat ini juga diambil karena IKJ berada di Betawi, Jakarta. Perguruan tinggi ini dikatakan punya sejarah yang berbeda dengan sekolah seni yang lain.
Yang menarik adalah paparan Rektor IKJ Wagiono Soenarto. Selama 45 tahun, perguruan tinggi sudah meluluskan lebih dari 3.000 lulusan D-III, D-IV, S-1, dan S-2. Tapi mereka juga mempunyai 8.500 mahasiswa yang tidak lulus alias drop out. "Mereka tidak lulus tapi langsung jadi seniman. Kami terlalu cepat mendidik rupanya," ujar Wagiono disambut tawa hadirin. "Bukan bangga tapi itulah sejarah kami."
Sebanyak 8.500 yang tidak lulus ini, kata Wagiono, merupakan kegagalan sejarah. Meskipun demikian banyak dari mereka malah lahir jadi seniman yang hebat. Contohnya, disebut Iwan Fals. Menurutnya, mereka yang tidak lulus ini kebanyakan mahasiswa awal ketika IKJ berdiri. Saat didirikan, IKJ bernama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Waktu itu, kata dia, IKJ didirikan tidak ikuti konsep pendidikan dari Direktorat Pendidikan Tinggi dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. "Kan konsepnya sanggar. Konsep lulus atau tidak lulus itu ya di masyarakat."
Dia memaparkan, kini IKJ menerima tak kurang 500 mahasiswa baru dan meluluskan 400 mahasiswa tiap tahunnya. Menurutnya angka kelulusan makin lama makin tinggi. Kendati demikian dia mengakui tantangan ke depan makin berat. Yakni tetap menjalankan visi dan misi para perintis dan pendiri untuk mewujudkan sekolah yang tidak melulu berorientasi material tapi juga idealisme. Tantangan lainnya adalah perkembangan teknologi yang harus dilewati oleh mahasiswa dan pengajar.
DIAN YULIASTUTI