TEMPO.CO, Jakarta - Film Pusaka besutan sutradara Rizal Mantovani sukses memberi pengalaman menonton yang cukup menyegarkan untuk genre film horor di Indonesia. Plot ceritanya berfokus pada perjuangan setiap karakter untuk bertahan hidup dengan prinsip kill or be killed.
Menariknya, tidak seperti beberapa film horor yang banyak mengulur waktu di awal film dengan tujuan memperkenalkan latar belakang, ketegangan dalam Pusaka sudah mulai dihadirkan bahkan sejak di sepertiga film dimulai dan terus meningkat seiring berjalannya cerita.
Sinopsis Film Pusaka
Film Pusaka mengikuti kisah tim pekerja yang dipimpin oleh Nina, dimainkan oleh Ratu Horor Indonesia Shareefa Daanis, yang ditugaskan untuk memugar sebuah villa besar berisi koleksi benda antik hingga pusaka menjadi sebuah museum. Tim pekerja survei yang dipimpin Nina terdiri dari Hanna yang dimainkan Susan Sameh, David yang diperankan Ajil Ditto, Sandra yang diperankan oleh Ully Triani, dan Ade yang dimainkan Ikhsan Samiaji.
Villa besar tersebut dimiliki oleh seorang kolektor bernama Risang Wisangko yang diperankan oleh Slamet Rahardjo. Ia mewariskan villa besar miliknya tersebut kepada anaknya, Randi Wisangko dan Bian Wisangko yang dimainkan oleh Bukie B. Mansyur dan Shofia Shireen dan meminta mereka menjadikannya sebuah museum sebagai permintaan terakhir sebelum kematiannya datang dan meninggalkan banyak pertanyaan.
Kelima orang dari tim yang dibawahi Nina kemudian dipertemukan dengan Profesor Dirga dan Mayang, dimainkan oleh Joseph Kara dan Sahila Hisyam, sebagai arkeolog yang direkrut Randi Wisangko untuk membantu memudahkan proses survei. Belum sempat memulai prosesnya, seluruh tim yang bertugas justru mengalami kejadian yang tidak mengenakkan setelah tanpa sengaja melepas kutukan yang tersimpan di dalam sebuah barang pusaka berupa keris.
Terinspirasi Cerita Rakyat Kutukan Keris Empu Gandring
Berdasarkan pernyataan kepala produksi MVP Pictures, Amrit Punjabi, film yang naskahnya ditulis oleh Husein M. Atmodjo (Monji) tersebut terinspirasi dari salah satu cerita rakyat paling melegenda di Tanah Air. Film Pusaka mengambil ide tentang kutukan keris milik Empu Gandring yang akan menimpa 7 keturunan Ken Arok.
“Satu hal yang ingin kita tonjolkan dari film ini adalah kita membuat film horor atau film menarik yang terinspirasi dari cerita rakyat, dalam hal ini kisahnya Empu Gandring,” ungkap Amrit pada acara press screening dan konferensi pers yang diadakan pada Jumat, 12 Juli 2024. Meski begitu, tetap terdapat banyak plot kejutan di dalam film yang membuat penonton tidak merasa bosan meski sudah bisa menebak alurnya secara garis besar.
Dalam press screening yang dihadiri Tempo pada Jumat, 12 Juli 2024, film Pusaka diperuntukkan bagi penonton berusia 21 tahun ke atas. Seluruh adegan berdarah yang ada di dalam film diperlihatkan secara vulgar pada versi tersebut dan tanpa sensor, sehingga menambah kesan kengerian dari setiap kematian yang terjadi.
Pengembangan Karakter Mulus Tapi Tidak Terduga
Sebagaimana premisnya, konflik yang diangkat di dalam film tidak menjelaskan posisi tokoh baik dan jahat, karakter baik maupun buruk. Pengembangan karakter terjadi dengan mulus tetapi tetap tidak terduga. Penonton seakan hanya diminta untuk menyaksikan setiap kejadian yang disuguhkan dengan efek audio dan visual yang mendukung sembari menerka-nerka siapa karakter yang lebih baik dikorbankan untuk menyudahi kutukan yang menimpa mereka.
Film Pusaka berhasil mewujudkan mimpi sutradara dan tim produksi untuk menawarkan opsi tontonan horor yang menghibur tanpa membuat pusing penonton dengan berbagai macam teori. Film yang menyisakan perasaan lega karena menyadarkan bahwa kebaikan sejatinya hanyalah perihal perspektif yang terkadang dibubuhi prasangka.
Film Pusaka dalam versi yang sudah bisa disaksikan untuk penonton berusia mulai 17 tahun akan hadir seluruh bioskop di Indonesia mulai Kamis, 18 Juli 2024 mendatang.
Pilihan Editor: Mengenal Film Pusaka, Horor Baru Indonesia yang Diangkat dari Cerita Rakyat