TEMPO.CO, Jakarta - Seni budaya tradisional terus tergerus perkembangan budaya modern akhir-akhir ini. Tak heran, generasi muda atau anak-anak masa kini kurang mengenal budaya tradisional, misalnya ludruk.
Cak Kartolo, maestro ludruk di Indonesia, menyadari hal tersebut. "Dipikirnya ludruk itu ndeso. Sekarang, anak-anak lebih senang nonton yang modern. Entah," kata Cak Karloto saat ditemui di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Jakarta Selatan, Ahad, 12 Maret 2017.
Pria yang sudah aktif dalam seni ludruk sejak 1960-an ini mengatakan pergelaran ludruk adalah seni yang sederhana. Karena itu, ludruk lebih terbuka menerima inovasi.
"Kita harus punya inovasi, apalagi dalam ludruk cerita juga bisa bebas. Apa yang disukai anak muda zaman sekarang bisa dipentaskan. Mau dia berbahasa Inggris sekalipun," ujar pria kelahiran Pasuruan, 2 Juli 1945 ini. "Yang penting, ludruk itu harus ada lawaknya," kata Cak Kartolo.
Menurut Cak Kartolo, cerita dalam ludruk dapat disesuaikan dengan selera masyarakat. "Bahasanya pun bebas, kecuali kalau mau lomba, ya, harus pakai bahasa Jawa Timuran," kata Cak Kartolo.
DINI TEJA