TEMPO.CO, Jakarta - JFlow atau Joshua Matulessy menyebut penyanyi Indonesia masih kurang dihargai oleh penikmat musik dalam negeri. Menurut pria keturunan Ambon ini, bisnis musik lokal baik fisik dan digital masih stagnan.
"Musikus Indonesia berada di posisi 'sandwich'. Kelas menengah atas menganggap kami tidak terlalu keren buat mereka. Sedangkan yang kelas bawah masih berpikir besok mau makan apa," ujar rapper 35 tahun ini di Jakarta, Jumat 7 Agustus 2015.
Berdasarkan data yang dia peroleh dari Badan Ekonomi Kreatif Nasional, hanya 1 persen penikmat lagu Indonesia yang mengaksesnya secara legal. Selebihnya, produk bajakan yang menguasai pasar. Sebaliknya, karya artis Indonesia diterima dengan baik di luar negeri.
JFlow bercerita bagaimana tur albumnya tahun lalu di Amerika memberi kejutan buatnya. "Konser gue di Amerika waktu itu penuh tapi cuma gue orang Asia. Sisanya 99 persen negro dan satu orang hispanik. Bahkan di tempat itu cuma ada satu orang yang pernah berinteraksi langsung dengan orang Indonesia," kenangnya.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Yudha Perdana. Menurutnya apresiasi terhadap musikus Indonesia perlahan mulai meningkat. "Sekarang kita lihat artis lokal seperti Raisa yang akan bikin konser tunggal. Ada juga Afgan, dll. Walaupun pelan tapi ada arah ke sana," terang pria yang bekerja di dunia promotor ini.
Dia menambahkan itu sebabnya festival Java Jazz berkembang begitu besar. Nama besar penyanyi pop lokal yang diusung penyelenggara membantu mengangkat skala acaranya. Meski demikian baik Yudha dan JFlow mengamini kenyataan yang sama bahwa industri musik di Indonesia masih sangat sulit berkembang dengan regulasi yang ada.
BINTORO AGUNG S