TEMPO.CO, Surakarta -Seniman Slamet Gundono meninggal di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta, Ahad, 5 Januari 2014 sekitar pukul 08.30. Bagi penari Eko ‘Pece’ Supriyanto, sosok Slamet Gundono terkenal dengan ide-ide kesenian yang kontroversial. “Tapi setelah dipahami, ternyata ide kontroversial itu yang sebenarnya dibutuhkan untuk kemaslahatan masyarakat,” kata dia di rumah sakit Yarsis, Ahad, 5 Januari 2014.
Dia mengatakan karya-karya Slamet Gundono membicarakan hal-hal yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Slamet menggunakan pendekatan seni yang mudah dipahami masyarakat. “Dia tidak berada di awang-awang. Tapi karyanya membumi,” kata dia.
Selain itu dia menilai Slamet dekat dengan masyarakat dan seniman. Slamet membuka diri terhadap diskusi dan dialog tentang karyanya. “Dia selalu terbuka untuk dialog dengan seniman lain,” kata dia.
Seniman gerak Suprapto Suryodarmo mengatakan Slamet sangat kritis membedah masalah tertentu. Kritikan tersebut lantas disampaikan lewat kesenian. “Mulai kritik tentang orde baru sampai fundamentalisme,” dia menuturkan.
Dia mengganggap Slamet Gundono mendasarkan karyanya pada semangat kemanusiaan. Misalnya dengan menciptakan wayang tanah, yang bercerita tentang keprihatinan Slamet terhadap kerusakan tanah di Kalimantan.
UKKY PRIMARTANTYO
Berita Terpopuler
Ahok Ogah Jadi Lawan Jokowi di Kampanye Pilkada
Perancang: Kinerja Jokowi Lebih Penting dari Sepatu
Cut Tari Digugat Cerai Suami?
Kalla: Kenaikan Elpiji Senilai Kirim Lima SMS