Dalam siaran pers yang dilansir Dewan Kesenian Jakarta, Manajer Kineforum Dewan Kesenian Jakarta Lisabona Rahman, yang hadir pada perhelatan itu melaporkan, selain Misbach tiga orang lain yang juga dianggap sangat berjasa bagi pelestarian sejarah di wilayah ini. Mereka adalah Ray Edmondson, salah satu penggerak berdirinya National Film and Sound Archive Australia dan SEAPAVAA. Dalam kesempatan ini ia juga mendapat anugerah Lifetime Achievement Award.
Lalu, James Lindner, ahli media dan komunikasi asal Amerika Serikat yang banyak menerima penghargaan kelas dunia untuk restorasi media magnetik. Terkahir, Hisashi Okajima, Presiden International Federation of Film Archives (FIAF) yang berasal dari Jepang.
SEAPAVAA menyatakan, program penghargaan ini adalah bentuk pengakuan terhadap orang-orang luar biasa atas sumbangannya yang sangat penting dalam bidang arsip audiovisual dengan berbagai cara dan karena kepemimpinan mereka dalam komunitas profesional pengarsipan.
Namun khusus untuk Misbach, SEAPAVAA menyatakan bahwa sosoknya adalah inspirasi bagi komunitas arsip film di Asia dan Pasifik. Pendiri Sinematek Indonesia itu juga adalah orang pertama yang menerima Lifetime Achievement Award SEAPAVAA pada1997.
Kabar gembira ini merupakan kebanggaan bagi dunia film Indonesia. Organisasi SEAPAVAA yang terdiri dari orang-orang profesional terkemuka hanya memberikan penghargaan ini kepada tokoh-tokoh arsip audiovisual yang memiliki pencapaian di wilayah Asia-Pasifik dan dunia.
Dalam naskah pidato penerimaan penghargaannya, Misbach mengaku ironis, karena pengakuan dari SEAPAVAA justru didapatkan pada saat Sinematek tengah “tenggelam”.
“Walau begitu saya gembira karena percaya bahwa dengan rangkulan SEAPAVAA, pemerintah negara saya akhirnya akan membuka diri bagi dialog! Saya sangat kagum akan begitu pesatnya perkembangan organisasi ini.”, kata Misbach.
Misbach memang tidak dapat menghadiri acara penganugerahaan di Bangkok lantaran masalah kesehatannya. Dhani Sugiharto dari Arsip Nasional Republik Indonesia, yang juga anggota Dewan Eksekutif SEAPAVAA mewakilinya menerima penghargaan ini.
Misbach yang pernah menjadi Anggota Dewan Kesenian Jakarta sepanjang 1968 – 1981, sudah aktif di bidang penyutradaraan sandiwara sejak masih sekolah di tahun ’50-an’. Ia termasuk salah seorang seniman “Senen” yang membukukan kisah-kisah temannya (orang-orang film dan sandiwara) melalui karyanya bertajuk Keajaiban di Senen Raya dan Oh Film.
Pernah terpilih sebagai Sutradara Terbaik dalam Pekan Apresiasi Film Nasional pada 1967 untuk karyanya Di balik Tjahaja Gemerlapan” yang dibuat pada 1966 dan Penulisan Cerita Terbaik Menjusuri Djedjak Berdarah (1967). Namun Misbach juga pernah menolak menyutradarai setelah timbul musim ‘film seks diawal tahun’ 70-an, karena baginya film seks dipandang kurang etis.
Pada 20 Oktober 1975, Misbach bersama SM Ardan mendirikan Sinematek Indonesia. Ini merupakan sebuah lembaga arsip film pertama di wilayah Asia Timur.
KALIM/Pelbagai Sumber