TEMPO Interaktif, Banyuwangi - Dari sofa sederhana itu, Hasan Ali, 77 tahun, seniman sekaligus penggiat budaya Banyuwangi, menghabiskan hari-harinya dengan mendengarkan siaran televisi atau menyetel musik Banyuwangian. Tanpa mata, ia tak bisa lagi menyalurkan hobi membaca.
Tubuhnya memang kian ringkih. Tapi semangatnya tetap menyala kala berbicara tentang Banyuwangi kepada Tempo yang mewawancarainya, pertengahan Maret, 2008 lalu. Itu adalah perjumpaan terakhir Tempo dengan pencipta Kamus Bahasa Using-Indonesia, terbitan PT Intan Pariwara, Klaten.
Sang Kamus berjalan itu, Senin (14/6) kemarin, sekitar jam 02.17 WIB, telah menghembuskan napas terakhirnya setelah tiga pekan dirawat di Rumah Sakit Islam Fatimah, Banyuwangi, karena diabetes dan darah tinggi. Ia meninggalkan seorang istri, empat anak, dan 10 cucu. "Bapak adalah inspirator bagi kami," kata penyanyi Emilia Contesa, anak pertama Hasan Ali.
Baca Juga:
Kakek berdarah Madura, Using, dan Pakistan itu, tak hanya sumber inspirasi bagi keluarganya, melainkan juga bagi masyarakat Banyuwangi. Kecintaannya pada Banyuwangi tak sekedar kata, melainkan telah berwujud karya dan pengabdiaan.
Tumbuh di masyarakat Using, di Desa Mangir, Kecamatan Rogojampi, 30 menit dari kota Banyuwangi, menjadikan kakek artis Denada ini sejak kecil sudah akrab dengan kesenian Banyuwangi. Pada usia 15 tahun, Hasan Ali ikut mendirikan kelompok kesenian teater rakyat, Damarwulan, cerita epos berlatar masa Kerajaan Majapahit yang menaklukan Kerajaan Blambangan.
Keaktifan pria lulusan SMA 1 Malang di dunia seni mengantarkannya sebagai anggota DPRD Banyuwangi tahun 1955-1966 sebagai wakil seniman dari Partai Nasional Indonesia (PNI).
Baca Juga:
Kiprah pria yang pernah main film Tanah Gersang garapan Mochtar Lubis pada 1971 ini dalam melestarikan budaya Banyuwangi bukan sebuah jalan yang mulus. Pada 1969, ia mendapat tugas penting untuk mengembalikan gairah musik Banyuwangi dari Joko Supaat Slamet, bupati Banyuwangi saat itu.
Padahal, saat itu, musik Banyuwangi masih diindentikkan 'kiri' karena para senimannya kebanyakan anggota Lekra. Hasan Ali kemudian berinisiatif merekam lagu-lagu Banyuwangi itu ke dalam kaset. Jenis musik angklung yang identik dengan kiri digabungkan dengan musik gandrung yang dianggap lebih diterima masyarakat. Ya, cara itu akhirnya efektif dalam menumbuhkan industri rekaman musik Banyuwangi yang eksistensinya masih terjaga hingga kini.
Hidup Hasan Ali berikutnya dihabiskan bergulat dengan bahasa Using. Tahun 1978 ia mulai mengumpulkan kosakata bahasa Using yang tercecer dan belum terbukukan. Tanpa lelah, dia mencatat kosakata Using yang didengarnya di terminal, warung kopi, angkutan umum, dan obrolan dengan tetangga. Dia juga memburu kosakata Using pada komunitas Using yang tinggal di Jember, Bondowoso dan Situbondo.
Kosakata yang ia temukan, dengan tekun ia cari padanannya dalam Bahasa Indonesia. Kemudian ia tuliskan satu persatu di kertas dengan bermodalkan mesin ketik.
Upaya penyelamatan yang ia modali sendiri itu, dipicu oleh kesadaran semakin sedikitnya warga Banyuwangi yang memakai bahasa Using sebagai percakapan sehari-hari. "Mereka malu," ungkap Ketua Cabang Lembaga Kebudayaan Negara (LKN) kepada Tempo, 2008 lalu.
Keuletan penemu gong geter kerep untuk gamelan Banyuwangi ini, akhirnya menarik perhatiaan seorang peneliti Jepang, Igarasi. Berkat rekomendasi Igarasi inilah, Hasan akhirnya mendapatkan dana Rp 45 juta untuk melanjutkan perburuan bahasa Using dan membeli seperangkat komputer (Koran Tempo, 24 Februari 2007).
Perburuan selama 22 tahun itu, akhirnya melahirkan sebuah Kamus Bahasa Using-Indonesia yang diterbitkan PT Intan Pariwara, Klaten, pada 2002. Ada 30 ribu kosakata Using yang berhasil ia kumpulkan. Kamus itu naik cetak tiga kali, yang separuhnya ia bagikan gratis untuk sekolah-sekolah, pondok pesantren, dan instansi pemerintahan.
Selain kamus, mantan Ketua Dewan Kesenian Blambangan ini, juga melengkapi dengan menulis buku Tata Bahasa Using dan Pedoman Ejaan Bahasa Using. Tiga buku itulah
yang menjadi pegangan pengajaran Bahasa Using yang sejak 2007 menjadi muatan lokal di sekolah dasar dan SMP.
Kerja keras Hasan Ali memang tidak sia-sia. Bahasa Using kini bisa terselamatkan sesuai cita-citanya. Selamat jalan, Kakek....
Ika Ningtyas