Berbekal segudang pengalaman manggung di jagad musik Indonesia, band ini bergerilya ke berbagai kota untuk mempromosikan album mereka.
Hingga kini, Boomerang telah menjelajahi tujuh kota di Indonesia seperti Semarang, Pekan Baru, dan Samarinda. Hebatnya lagi, di setiap kota yang disinggahi mereka, penonton selalu membludak,dan mencapai angka di atas 6.000. "Terakhir, pas akhir tahun kita buat konser di Surabaya juga begitu," tutur Roy Jeconiah kepada Tempo, Minggu Malam di Cilandak, Jakarta Selatan, (10/01).
Berbicara seputar album Boomerang terbaru, Roy mengakui album mereka terbilang melawan arus. Betapa tidak, musik cadas mereka seakan tengah bertarung sendirian melawan segerombolan industri yang mengagungkan warna musik Melayu.
"Itu yang membuat banyak televisi tidak menampilkan musik kita. Sekarang rock sedang terpinggirkan," tambah vokalis berambut gondrong itu.
Band yang juga dikawal pembetot bas Hubert Henry Limehelu, penggebuk drum Farid Martin, dan gitaris Andry Franzzy, kini merasa seakan kembali lagi ke masa ketika mereka meniti tangga blantika musik tanah air pada pertengahan 1990-an.
"Kita menawari sendiri album untuk diputar di radio-radio. Itu kita lakukan ketika mengadakan show," tukas Hubert Henry.
Kenyataan bahwa dewi keberuntungan tampak sedang tidak berpihak pada warna musik mereka tidak membuat band yang kembali ke naungan Log Zhelebour itu patah semangat.
Menurut Hubert Henry, Boomerang saat ini memang tidak mematok target penjualan seperti pada album Segitiga. "Kita sekarang berkarya saja dan berharap tetap eksis di dunia musik," tutup personil terlihat paling mungil di tengah deretan pria bertubuh tinggi-tinggi itu.
MUSTHOLIH
