Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

81 Tahun Goenawan Mohamad, Sastrawan Pendiri Majalah Tempo

image-gnews
Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
Goenawan Mohamad dikerumuni wartawan di depan gedung Mahkamah Agung setelah sidang gugatan TEMPO pada Juni 1996. Setelah lengsernya Soeharto pada 1998, majalah Tempo kembali terbit hingga hari ini, bahkan, saat ini Tempo sudah menginjak usianya ke-50. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 29 Juli 1941 kelahiran Goenawan Mohamad. Ia budayawan sekaligus salah seorang pendiri Majalah Tempo pada 1971. Selain sebagai pendiri, sosok yang kerap disebut “GM” ini pun sempat berkiprah sebagai Pemimpin Redaksi atau Pemred di majalah berita tersebut.

Goenawan Mohamad lahir di Batang, Jawa Tengah, 81 tahun lalu. Saat muda, dia lebih dikenal sebagai seorang penyair, ia pun disebut sastrawan. Kecintaan Goenawan Mohamad terhadap puisi bermula sejak sekolah dasar. Dia kerap mendengarkan acara puisi yang disiarkan RRI, kemudian saat berusia 19 tahun, Goenawan Mohamad menggubah puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson ke dalam Bahasa Indonesia.

Setamat dari sekolah menengah atas, Goenawan Mohamad melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Indonesia atau UI. Dia mengambilnya jurusan di Fakultas Psikologi. Nama Goenawan Mohamad mulai dikenal di kalangan intelektual pada 1960-an. Menjelang keruntuhan Orde Lama, bersama rekan-rekannya, antara lain Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Taufiq Ismail, Arief Budiman, dan H.B. Jassin, dia ikut menyusun Manifesto Kebudayaan pada 1964.

Manifesto Kebudayaan 1964 atau dikenal dengan manikebu merupakan pernyataan sikap Goenawan Mohamad dan kawan-kawan yang diumumkan kepada publik. Manifesto Kebudayaan ini mengangkat konsep paham filosofi tentang nilai kemanusiaan pada kehidupan dunia. Presiden Soekarno melarang Manifes Kebudayaan karena dianggap menyeleweng dan ingin menyaingi Manifesto Politik 1964. Dampaknya, Goenawan Mohamad yang ikut menandatangani pernyataan sikap itu dilarang menulis di berbagai media umum.

Mengutip dari Pusat Data & Analisis TEMPO Apa & Siapa ‘85/86, setelah Orde Lama berakhir, Goenawan Mohamad seolah menyingkir. Dia menuntut ilmu ke College of Europe, Belgia. Sepulang dari Eropa, Goenawan Mohamad sempat menjadi wartawan harian Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI. Dia menjadi redaktur harian tersebut pada 1969 hingga 1970. Ia pernah pula menjadi redaktur Majalah Horison pada 1969 hingga 1974, serta turut mendirikan Majalah Ekspres dan menjadi Pemred pada 1970 hingga 1971.

Kemudian pada 1971, bersama rekan-rekannya Goenawan Mohamad memisahkan diri dari majalah Ekspres dan mendirikan majalah berita mingguan Tempo. Di Majalah Tempo, Goenawan Mohamad banyak menulis di rubrik Catatan Pinggir atau Caping. Kolom ini menjadi ruang bagi dia untuk menyampaikan kritik terhadap agenda-agenda politik di Indonesia era Soeharto. Karena kerap mengkritisi pemerintah Orde Baru, Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah. Akibat kekritisannya, Tempo dibredel kegiatan penerbitannya pada 1994.

Mengutip laman PT Tempo Inti Media, tempo.id, setelah Soeharto lengser dan rezim Orde Baru berakhir, Goenawan Mohamad kembali “membangunkan” Tempo pada 1998 yang sempat tertidur. Namun dia hanya bersedia “mengawal” Tempo selama setahun saja. Selanjutnya, tampuk kepemimpinan diserahkan kepada Bambang Harymurti. Sejak 1989, wartawan dan budayawan ini menjadi Komisaris Utama PT Tempo Inti Media Tbk hingga sekarang.

Tulisan-tulisan awal Goenawan Mohamad antara lain Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972) dan Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), Kata, Waktu (2001), ‘Eksotop’ (2003), ‘Tuhan dan Hal-hal Yang Tak Selesai’ (2007). Sedangkan untuk puisi, dia kumpulkan dalam bukunya Parkesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001), Don Quixote (2011), Tujuh Puluh Puisi (2011), dan Fragmen, Sajak-Sajak Baru (2017).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk ulang tahunnya yang ke-70 saat itu, beberapa karya Goenawan Mohamad diterbitkan ulang pada 2011, yaitu Marxisme, Seni, dan Pembebasan, Indonesia/Proses, Puisi dan Antipuisi, Di Sekitar Sajak, Tokoh + Pokok, Teks dan Iman, Debu, Duka, Dst: Sebuah Pertimbangan anti-theodise, Ruang dan Kekuasaan, Rupa, serta Pagi dan Hal-hal Yang Dipungut Kembali .

Goenawan Mohamad dan Karya Sastra

Selain di dunia kewartawanan, Goenawan Mohamad berkiprah di dunia seni. Dia adalah penulis teks drama pewayangan Wisanggeni (1995) yang dimainkan oleh Dalang Sudjiwo Tedjo, serta Alap-alapan Surtikanti (2002) oleh Dalang Slamet Gundono. Selain itu, dia menulis pula skenario untuk drama tari Panji Sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo.

Catatan Pinggir si majalah Tempo pun telah dibukukan. Kumpulan esai pertamanya berjudul Potret Penyair Muda sebagai si Malin Kundang diterbitkan 1972 oleh Pustaka Jaya. Pada 1980 penerbit Sinar Harapan menerbitkan kumpulan esai yang kedua dengan judul Seks, Sastra, dan Kita. Kumpulan esai yang ketiga berjudul Kesusastraan dan Kekuasaan diterbitkan oleh Pustaka Firdaus tahun 1993.

Pada 14 Agustus 2004 Freedom Institute memberikan penghargaan Achmad Bakrie 2004 kepada Goenawan Muhammad karena dinilai sebagi sosok teladan yang memberikan inspirasi bagi bangsa Indonesia, terutama dalam menegakkan tradisi penulisan sastra di Indonesia. Penghargaan lain yang diterimanya, antara lain Hamengku Buwono IX Award dari UGM pada 2011. Selain itu beroleh hadiah sastra Profesor Teeuw Award pada 1992. Goenawan Mohamad sekarang merawat Komunitas Salihara, sebuah wadah berkesenian yang ada di kawasan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  I  SDA

Baca: Goenawan Mohamad Buka-bukaan Catatan Pinggir di Majalah Tempo

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Seluk-beluk Kabinet Zaken

5 hari lalu

Mengenal Seluk-beluk Kabinet Zaken

Tujuan utama kabinet zaken adalah mencegah terjadinya kelebihan fungsi di kabinet, meningkatkan kinerja para menteri, dan menghindari potensi korupsi.


Tepat Dua Tahun Lalu, Jurnalis Shireen Abu Akleh Tewas Ditembak Tentara Israel

6 hari lalu

Jurnalis Al Jazeera reporter Shireen Abu Akleh. REUTERS
Tepat Dua Tahun Lalu, Jurnalis Shireen Abu Akleh Tewas Ditembak Tentara Israel

Israel dikenal kerap membunuh jurnalis, salah satu yang menyita perhatian dunia adalah Shireen Abu Alkeh, wartawati Al Jazeera.


Duta Besar Palestina Minta Isu Gaza Tak Hilang dari Pemberitaan

6 hari lalu

Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun saat konferensi pers di Kedutaan Besar Palestina di Jakarta Pusat, Jumat, 10 Mei 2024. TEMPO/Nabiila Azzahra A.
Duta Besar Palestina Minta Isu Gaza Tak Hilang dari Pemberitaan

Dubes Palestina untuk Indonesia meminta komunitas internasional berbicara tentang situasi di Gaza ketika Israel mulai menyerang kota Rafah.


Republika Berhentikan 60 Karyawan, Susul PHK Massal Akhir Tahun Lalu

7 hari lalu

Kantor Harian Republika di Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan. TEMPO/ Nita Dian
Republika Berhentikan 60 Karyawan, Susul PHK Massal Akhir Tahun Lalu

Republika telah memberhentikan 29 wartawan dan 31 staf pendukung pada Mei ini.


Republika PHK Massal 60 Karyawan, Separuhnya Wartawan

7 hari lalu

Kantor Harian Republika di Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan. TEMPO/ Nita Dian
Republika PHK Massal 60 Karyawan, Separuhnya Wartawan

Republika tidak merencanakan PHK gelombang berikutnya.


Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

8 hari lalu

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

Presiden Sukarno pernah melarang Manifesto Kebudayaan pada 60 tahun lalu. Apa itu Manikebu dan Lekra yang mengemuka saat itu?


Ma'ruf Amin Sebut Menteri di Kabinet Prabowo Bisa Lebih Banyak Kalau Ada Keperluan

9 hari lalu

Wapres Ma'ruf Amin. ANTARA/Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden
Ma'ruf Amin Sebut Menteri di Kabinet Prabowo Bisa Lebih Banyak Kalau Ada Keperluan

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menanggapi soal rencana Presiden terpilih Prabowo membentuk kabinet gemuk.


Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

12 hari lalu

Ilustrasi spyware. Shutterstock
Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.


Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

14 hari lalu

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu memberikan orasi tentang Tantangan Kebebasan Pers Pasca Pemilu di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta, Rabu, 6 Maret 2024. Dari orasinya Ninik berharap para Jurnalis Tempo tetap independen dan menjaga integratas dalam menjalankan tugasnya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

Insan media yang terlibat dalam kontestasi atau menjadi tim sukses pada Pilkada 2024 diminta mengundurkan diri sebagai wartawan


Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

15 hari lalu

Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Yogyakarta Tony Spontana menaburkan bunga di nisan Nyi Hadjar Dewantara dalam peringatan hari pendidikan nasional di Taman Makam Wijaya Brata, Yogyakarta, 2 Mei 2016. Upacara dan ziarah makam tersebut dihadiri ratusan siswa/i serta keluarga besar Ki Hadjar Dewantara. TEMPO/Pius Erlangga
Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.