Menilik dari data penjualan kaset dan jumlah penonton pada film yang dibintangi oleh Rhoma tercatat ada sekitar 15 juta atau hampir 10% penduduk Indonesia saat itu.
Pada awalnya, Rhoma tidak ingin karyanya banyak terpublikasi, tetapi justru ia sudah terseret sangat jauh dalam dunia hiburan.
“Saya takut publikasi, tetapi saya sudah terseret jauh,” kata Rhoma dalam wawancara bersama Majalah Tempo, 30 Juni 1984 silam.
Karier Rhoma tidak hanya harum di tanah air, tetapi di negeri jiran ia pun memiliki banyak penggemarnya.
Banyak orang menyebut musik yang dibawa oleh Rhoma adalah musik dangdut, tetapi Rhoma lebih senang menyebut musik yang dibawanya adalah irama Melayu.
Pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan sebuah semboyan, yaitu Voice of Moslem.
Madani FIlm Festival 2020 menghadirkan film-film Rhoma Irama sebagai medium kritik politik yang ampuh pada masa orde baru.
Semboyan ini bertujuan untuk menjadi agen pembaru musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, hingga penampilan di atas panggung. Bahkan, Rhoma disebut-sebut sebagai pionir yang mengabungkan musik rock dengan genre musik lain, termasuk dangdut.
Selain aktif dalam dunia hiburan, Rhoma juga terjun ke dalam dunia politik.
Semasa era Orde Baru, Rhoma bergabung bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan menjadi tokoh penting bagi PPP.
Rhoma sempat dimusuhi oleh Pemerintah Orde Baru karena menolak bergabung dengan Golongan Karya (golkar) dan ia memutuskan untuk vakum berpolitik akibat hal tersebut. Akhirnya, Rhoma terpilih menjadi anggota DPR mewakili utusan Golongan, yaitu seniman dan artis pada 1993.
Sepanjang kariernya dalam dunia hiburan, Rhoma Irama berhasil menelurkan kurang lebih 1.000 lagu dan beradu akting dalam lebih dari 20 film.
Baca juga: Ceramah di Masjid Balai Kota DKI, Rhoma Irama Bicara Ketakwaan hingga Palestina
EIBEN HEIZIER