TEMPO.CO, Jakarta - Hollywood sebagai simbol bisnis hiburan terbesar di Amerika Serikat, bahkan dunia, mungkin tak pernah ada tanpa 'kemarahan' Thomas Alva Edison. Ya, Thomas Alva Edison si penemu lampu pijar, fonograf, dan berbagai peralatan berteknologi mutakhir pada zamannya, termasuk proyektor untuk film.
Komite Komunikasi Festival Film Indonesia, Totot Indrarto menceritakan berkat proyektor penemuan Thomas Alva Edison, maka bermunculan gedung-gedung bioskop di New York, Amerika Serikat. Bisnis ini kian menjamur dan semuanya menggunakan teknologi proyektor milik Thomas Alva Edison.
Sayangnya, Thomas menyadari bahwa semua bioskop yang menggunakan teknologi proyektornya tidak membayar royalti. Padahal, mereka menarik tiket dari setiap penonton film yang disemprotkan dari proyektor tersebut.
Merasa ada haknya dari setiap semprotan gambar, Thomas Alva Edison lantas menagih bagiannya kepada pengelola bioskop yang saat itu didominasi oleh orang Yahudi. Saking menjamurnya pemutaran film di setiap sudut kota New York, Thomas pun menagih melalui orang-orang kepercayaannya bak debt collector.
Totot Indrarto (Komite Komunikasi). TEMPO/Nufus Nita Hidayati
"Awalnya mereka meminta dengan baik-baik, tapi kemudian ada kekerasan kepada pengusaha bioskop yang menolak membayar," kata Totot Indrarto di Gedung Tempo, Minggu, 24 November 2019. Tak tahan dengan ulah Thomas Alva Edison, para pengusaha film dan bioskop di New York itu mencari tempat baru.
Mereka kemudian menemukan Hollywood di Los Angeles, California, yang dianggap cocok untuk hijrah. Hollywood terletak sekitar 4.482 kilometer sebelah barat daya New York. Tempat yang cukup jauh dari New York itu membuat para penagih Thomas Alva Edison tak mampu menjangkau mereka.
Terlebih saat itu Hollywood masih berupa lahan kosong, sehingga bebas membangun segala sesuatu yang diperlukan untuk industri film. Ditambah lagi cuaca di sana selalu cerah dan memudahkan proses pembuatan film.
Thomas Alva Edison. Wikipedia
Jika tidak ada Thomas Alva Edison, menurut Totot, mungkin saat ini tidak ada Hollywood. "Mungkin saja pusat perfilman Amerika ada di New York, karena dulu kan di sana. Lalu para pengusaha film pindah ke Hollywood," kata dia.
Pengaruh Hollywood dalam perfilman dunia begitu kuat. Film Hollywood ada di mana-mana, bahkan masyarakat Indonesia terbiasa dengan penokohan dan alur cerita film Hollywood. Terbukti pada masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II, perfilman Amerika tidak terkena imbas yang signifikan.