TEMPO.CO, Jakarta - Grup musik Navicula bersama rumah produksi Visinema Pictures dan organisasi Kopernik tengah menggarah sebuah film dokumenter berjudul 'Pulau Plastik'. Film ini akan mengangkat fakta tentang sampah plastik di Bali, tempat Navicula berasal.
"Kami ingin berbagi informasi tentang bahaya plastik, terutama plastik sekali pakai, seperti sedotan dan botol air," ujar Dadang Pranoto, gitaris Navicula di Bali. Film Pulau Plastik ini mengetengahkan alur cerita sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik sehingga mencemari laut hingga masuk ke tubuh manusia melalui makanan.
Personel band Navicula akan tampil di film tersebut. Saat ini, mereka sudah mengambil sejumlah gambar, di antaranya saat vokalis Navicula, Gede Robi Supriyanto membawa sampah sebanyak satu truk dari Bali ke Jakarta pada Juli 2019. Sampah itu kemudian dibuat menjadi instalasi seni bentuk ikan monster dalam kampanye anti-plastik sekali pakai di Car Free Day Monas.
Instalasi monster yang terbuat dari sampah plastik diarak dalam aksi Tolak Penggunaan Plastik Sekali Pakai di Taman Aspirasi, Monas, Jakarta, Ahad, 21 Juli 2019. Aksi tersebut diikuti oleh Menteri Susi Pudjiastuti, Kaka Slank, Ridho Slank, Roby Navicula, dan sejumlah aktivis lingkungan lainnya. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dadang berharap film Pulau Plastik akan tayang tahun ini. Dia juga ingin agar film tersebut tidak hanya diputar di bioskop Tanah Air, melainkan juga di sejumlah lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah. Dengan begitu, kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai akan kian meningkat.
Grup musik Navicula gencar mempromosikan aksi sederhana untuk mengurangi pemakaian sampah sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu metode yang beririsan dengan aktivitas mereka sebagai musikus adalah gerakan ramah lingkungan saat menonton acara musik.
Alih-alih membeli air dalam kemasan botol plastik, penonton dapat membawa botol sendiri dari rumah yang bisa diisi ulang. Sederhana bukan?