TEMPO.CO , Malang:Komikus Indonesia masa kini telah kehilangan karakter dan lebih berkiblat ke komik Jepang dan Amerika. Keterbatasan literasi menyebabkan komikus tak memiliki jati diri dan karakter.
"Ada mata rantai yang terputus antara komikus zaman dulu dan sekarang," ujar komikus Aji Prastyo dalam diskusi Ngaji Wayang Teguh, Senin, 31 Agustus 2015.
Ngaji Wayang Teguh merupakan pameran komik karya Teguh Santosa, di gedung Dewan Kesenian Malang, 29-31 Agustus 2015. Diskusi menghadirkan komikus "Teroris Visual" Aji Prasetyo dan putra kedua Teguh Santosa, Dhany Valiandra. Menurut Aji, komik berkembang dan memasuki masa keemasan pada 1970-1980.
Diakuinya, di era digital komikus lebih memilih mempelajari karakter komik secara digital melalui internet. Sedangkan tak banyak karya maestro komik yang telah dipindai berbentuk digital. Sementara peredaran komik zaman dulu secara fisik terbatas. Komikus kesulitan untuk menemukan komik zaman dulu.
Pameran komik Teguh "Dewaruci" di gedung Dewan Kesenian Malang ini sekaligus media untuk mempelajari karakter komik Indonesia. Dengan keterbatasan teknologi, Teguh mampu menghasilkan karya komik yang berkarakter.
Bahkan, Teguh memulainya dengan melakukan riset sebelum membuat komik. Riset visual dilakukan dengan berkeliling museum. "Seharusnya komikus sekarang malu, teknologi canggih tapi karya berkiblat ke luar negeri," ujar Aji.
Pameran sekaligus untuk meneladani totalitas Teguh dalam membuat karya. Dengan keterbatasan teknologi, Teguh mampu menghasilkan karya komik yang berkualitas. "Tak sekedar mengenang kebesaran nama Teguh, tapi meneladani totalitas dalam berkarya," ujar Aji.
Dhany Valiandra berjanji untuk turut membangkitkan kembali komik Indonesia dengan menggelar pameran komik karya Teguh Santosa secara rutin. Tahun depan, katanya, bakal digelar pameran komik nasional dengan mendatangkan komikus luar negeri. "Pemerintah kurang peduli untuk mengarsipkan karya komik masa lalu," ujar Dhany.
Seorang pengunjung pameran yang juga peserta diskusi, Wairis Soleh menilai komikus sekarang kehilangan karakter. Tak ada citarasa maupun karakter yang menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. "Medianya telah berubah, sekarang komik juga hadir di internet," ujarnya.
Soleh mengagumi komik Teguh Santosa yang dipamerkan di gedung Dewan Kesenian Malang. Seluruh komik yang dipamerkan berkarakter, khas Indonesia.
Komikus Teguh Santosa produktif memproduksi komik sejak 1960-an. Karya komik yang dihasilkan di antaranya Mahabharata, Bharatayudha, Dewaruci, Sang Garudha, Naga Taksasa, Banjaran Gatutkaca.
Selain diterbitkan dalam bentuk komik, juga diterbitkan sejumlah media cetak seperti majalah Jaya Baya, Ananda, Hai, Koran Merdeka, Surabaya Post, Jawa Pos, Panjebar Semangat, Suara Karya, Harian Jakarta, majalah komik Dela, majalah Humor. Teguh produktif membuat komik sampai akhir hayatnya pada 2000.
Sedangkan komik Dewaruci saat ini tengah proses cetak ulang. Komik Dewaruci diterbitkan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984. Komik Dewaruci mengandung nilai humanis.
Komikus Teguh Santosa mendapat anugerah penghargaan Golden Achievement Award Cultural Award Asean Community dari ASEAN Community 2015. Penghargaan diserahkan di Istana Rama Museum Indonesia Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu, 14 Juni 2015. Komikus Teguh Santosa mendapat gelar prestasi Dato Manggala Gatra Budaya Komik Wayang Nusantara.
EKO WIDIANTO