TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Grace Tjondronimpuno menyipratkan acrylic ke atas kanvas yang terhampar di sudut Restoran Bukit Pelayangan, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat pekan lalu. Di hari Lingkungan Hidup, perupa kelahiran Magelang, Jawa Tengah itu melukis sebuah pohon. Berkali-kali ibu dua anak ini mengganti posisi, dari duduk, jongkok, hingga berdiri .
Grace bukan nama baru di dunia seni rupa Indonesia. Sederet penghargaan pernah dia dapat, di antaranya Asian Artists Fellowship The 14th dan Annual Freeman Foundation Vermont Studio Center Award 2006-2007. Karyanya bahkan menjadi koleksi Oly Olympic Museum Sarajevo, Bosnia.
Beberapa depa dari tempat Grace melukis, sang suami, perupa kelahiran Denpasar, I Made Arya Dwita Dedok juga membuat objek yang sama. “Idenya sederhana, saya melihat pohon kamboja yang tumbuh di Bupe berdaun rimbun, hijau,” kata Dedok . Dedok menambahkan manusia di bawah pohon itu.
Ia juga menancapkan batang pohon itu di atas manusia serupa mahkota. Pada bagian janggut laki-laki itu tumbuh pula jenggot yang dipilin. “Sepertinya potret diri mas Dedok?” Tempo mencoba bertanya. Sambil terkekeh, pelukis yang namanya mulai mendunia itu pun menjawab, “tak jauh dari itu.”
Grace dan Dedok hanyalah dua dari 32 perupa yang hari itu berkumpul di restoran yang lebih populer dengan nama singkatnya, Bupe. Seniman dari mancanegara di antaranya suami–istri perupa asal Lebanon, Lena Kelekian dan Hagop Sulahian, perupa Australia Len Zuks, perupa Belanda Elsbeth Baner , Simon Tan asal Malaysia, Shimmin Katsu dari Jepang, Go Beng Kwan (Singapura), Li Yushi (China), Mieky Garcia del Rio (Argentina), Wathanachot (Thailand), Trinth Tuan (Vietnam), Bruce Ferrier (Kanada) dan Mon Thet dari Myanmar. Dari Indonesia, antara lain Ipong Purnama Sidhi (Jakarta), Lugiono (Yogyakarta), Neneng S. Ferrier, Aida Prayogo, dan Hanny Widjjaja.
Kegiatan bertajuk Melukis Bersama 32 perupa dari 13 negara ini merupakan bagian dari rangkaian acara Ciputat Painting Internasional Festival 2015 yang digelar di Rumah Budaya Nusantara Puspobudoyo, Ciputat, sepanjang 3-8 Juni 2015. Menurut, Regional President of Meadows For The Fareact, Neneng S. Ferrier, penyelenggara acara ini mengatakan diambilnya restoran itu sebagai lokasi melukis bersama para pelukis internasional ini karena suasana dan spot tempat makan itu sangat Indonesia." Begitu juga dengan makanannya," kata Neneng.
Selain melukis bersama, Rumah Budaya Nusantara Puspobudoyo juga menggelar pentas Sendratari Ramayana, kompetisi melukis dan seni visual, serta pentas tari dan puisi yang dibawakan Meadows Indonesia, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat internasional yang berpusat di Lebanon. "Kami berharap para pelukis dunia ini membawa sesuatu yang bagus tentang Indonesia dan Rumah Adat Nusantara Puspobudoyo," kata Neneng.
Kegiatan melukis bersama 32 perupa ini menjadikan Bupe begitu istimewa. Betapa tidak, para perupa kelas dunia dari berbagai negara memilih Bupe yang berkontur berbukitan dengan pemandangan alam hijau sebagai obyek lukisannya"Di sini lebih natural, viewnya menarik,"ujar Ipong Purnama Sidhi yang melukis di bagian terujung restoran. Ipong yang dikenal juga sebagai pegrafis, illustrator, kurator dan pendesain buku itu memilih melukis manusia dengan warna-warna mencolok.
Di sudut lain, Lena Kelekian memilih membuat lukisan abstrak. Ia memberi judul The Bukit." Tempat ini spesial,"katanya. Lena adalah Presiden Swarna International, sebuah klub seniman yang anggotannya berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
AYU CIPTA