TEMPO.CO, Bandung - Menjelang akhir tahun, sejumlah seniman di Bali menghelat pameran karya di Bandung. Mulai akhir pekan ini hingga Januari 2024, ada dua seniman yang menggelar pameran tunggal di galeri yang berbeda.
Pameran Tunggl 2 Seniman Bali
I Ketut Teja Astawa,52 tahun, berpameran di Galeri Lawangwangi Creative Space Bandung sejak 15 Desember 2023 hingga 15 Januari 2024. Berjudul The Unusual Epic, pamerannya memajang 30-an karya lukisan dan patung yang dibuat sejak periode 1990-an hingga tahun ini. “Sebagian lukisan adalah karya yang diselamatkan dari studionya dulu,” kata Andonowati, Andonowati, Direktur ArtSociates yang menyelenggarakan pameran, Jumat, 15 Desember 2023.
Pameran itu juga melibatkan Zen1 Gallery dan kurator Rizky Ahmad Zaelani. Lukisan-lukisan dalam pameran tunggal I Ketut Teja Astawa di Lawangwangi Creative Space bukan epos yang biasa atau linear. Narasi-narasi tokoh imajinatif dalam lukisannya ditampilkan pada berbagai dimensi ruang dan waktu.
Semua kisahnya berpusat pada satu konteks dan pengalaman estetik Teja Astawa dalam memberi makna baru perihal fragmen sejarah seni lukis tradisi Bali di Desa Kamasan dan seni lukis modern Indonesia pada suatu bentang sejarah tertentu. “Pameran ini yang paling lengkap dalam menyajikan periodisasi karya-karya Teja Astawa dari yang lama sampai baru,” kata Nico Kuswanto, DirekturZen1 Gallery, Jumat 15 Desember 2023.
Lukisan berjudul Bermain di Pantai karya I Ketut Teja Astawa buatan 2023. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Pameran di Galeri Orbital Dago Bandung
Sementara itu di Galeri Orbital Dago Bandung, I Wayan Upadana menampilkan karya-karya patung atau tiga dimensi dalam pameran berjudul Misty Myths. Waktunya mulai 15 Desember 2023 hingga 28 Januari 2024. Kekaryaan patungnya dibuat selama kurun satu dekade mulai 2013 hingga 2023 dengan memakai aneka bahan seperti kayu, resin, yang digabung dengan media lainnya. “Karyanya banyak mengomentari persoalan sosial dalam kehidupan masyarakat di Bali saat ini,” kata kurator Rifky ‘Goro’ Effendy dari Orbital Dago Bandung.
Pameran itu menggambarkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat akibat ketegangan atau dualisme antara menjaga adat, budaya, dan agama, dengan perkembangan industri pariwisata. Selama hampir seabad, ritual di Bali telah menjadi bagian atraksi bagi para pelancong, mendatangkan devisa besar, dan terus dieksploitasi menjadi mesin utama ekonomi .
“Sehingga nilai-nilai tradisi dengan berbagai ritual yang disakralkan dengan berbagai mitos – mitos tentang alam dan budaya Bali diselimuti kabut berbagai tuntutan industri pariwisata dan ekonomi,” ujarnya.
Menurut Upadana , berbagai pengulangan dalam ritual adat di Bali tidak menambah luas dan mendalam secara pemaknaan di kehidupan masyarakat. Pola budaya masyarakat dinilainya menjadi semakin pragmatis dan utopis dan kehilangan substansi nilai-nilainya.
Saat pandemi Covid-19 lalu, perekonomian Bali terdampak parah akibat pembatasan perjalanan oleh berbagai negara. Ketergantungan pada turis mancanegara membuat industri pariwisata Bali anjlok dengan tajam selama hampir tiga tahun. “Membuat berbagai kerusakan di dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Pilihan Editor: 25 Tahun Selasar Sunaryo Art Space Pamerkan Karya Seni Rupa Pemilik, Anak, dan Menantu