TEMPO.CO, Bandung - Di depan sebuah rumah berpilar balok dengan teras berundak, Soekarno muda memakai setelan belangkon, jas putih, berdasi, dan berkain batik. Ia berdiri di samping kanan Inggit Garnasih yang duduk berkebaya warna gelap.
Di sisi kiri Inggit berdiri suaminya, Uci Sanusi, yang berkumis tebal dan berpeci hitam. Di samping kiri Uci kemudian ada Siti Utari, yang seperti Inggit, duduk di kursi dan berkebaya warna terang. Di sekitar mereka ada sepuluh orang lain yang diataranya pelayan rumah.
Itu foto tahun 1921, ketika Soekarno baru tiba di Bandung untuk kuliah di kampus teknik yang sekarang bernama ITB. Soekarno dan Utari pengantin baru. Namun, kenapa ia tak berdiri dekat istrinya, melainkan mengapit Inggit bersama suaminya?
Di bingkai foto berikutnya, Soekarno dan Inggit duduk berdampingan di halaman rumah panggung Inggit di Jalan Ciateul, Bandung. Soekarno ketika itu baru keluar dari penjara Sukamiskin pada 1931. Terlihat pula wajah Otto Iskandar Dinata dan Ali Sastroamidjojo di foto bersama itu.
Sebanyak 68 foto ukuran masing-masing 12R atau sekitar 30 x 40 sentimeter persegi tengah berkisah tentang penggalan hidup Inggit Garnasih di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. Pameran foto rangkaian kegiatan Bulan Cinta Inggit Garnasih tersebut berlangsung 24-28 Februari 2015.
Kebanyakan foto berwarna hitam putih. Sebagian telah berubah warna menjadi cokelat kemerahan. Lembaran dokumentasi foto seperti itu umumnya ketika Inggit menjadi istri kedua Soekarno pada kurun 1930-an hingga hidup bersama di tanah pembuangan Ende, Flores, sampai Bengkulu.
Soekarno dan Inggit, setelah bercerai dengan pasangan hidup sebelumnya, menikah pada 24 Maret 1923. Inggit kemudian menggugat cerai Soekarno karena enggan hidup dimadu pada 1942. Sebuah foto hitam putih merekam suasana haru ketika pada 1960 Soekarno datang ke rumah mereka dulu di Jalan Ciateul, Bandung, untuk menjenguk Inggit yang sakit dan telah renta.
Foto dari samping kiri wajah Soekarno itu merekam tatapannya ke Inggit yang sedang menoleh ke kanan, seperti sedang bicara dengan orang lain di sisi kanan mantan suaminya. Dalam jarak intim itu, telapak tangan Inggit bersandar di dada kiri Soekarno.
Penyelenggara pameran, Agus Bebeng, mengatakan acara tersebut sama sekali tak berniat untuk mengkultuskan Inggit yang lahir di Banjaran, Bandung, pada 17 Februari 1888. "Hanya untuk mengingatkan kembali sesosok ibu yang sederhana dan setia mendampingi perintis kemerdekaan," katanya, Kamis, 26 Februari 2015. Kado sederhana itu sekaligus menggugat tempat yang pantas untuk Inggit di sejarah dan perjalanan bangsa ini.
Semua koleksi foto tersebut simpanan Tito Asmara Hadi. Ia putra Ratna Djuami, anak angkat Soekarno dan Inggit. Banyak kisah sekaligus misteri dari foto-foto itu terkait kehidupan Inggit dan Soekarno karena tak semua foto dilengkapi keterangan. Kalau pun ada, ceritanya hanya singkat dan tidak banyak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat itu dan peristiwa setelahnya.
Pada sebuah foto hitam putih misalnya, ketika Soekarno, Inggit, dan keluarga pendamping dari Bandung dibuang Belanda ke Bengkulu pada kurun 1938-1942. Di lapangan bulu tangkis terbuka di sela pohon kelapa tinggi, Inggit duduk pada baris paling depan di sisi lapangan menonton Ratna Djuami bermain badminton dengan tiga perempuan lain.
Di belakang kursi Inggit, Soekarno duduk bersebelahan dengan Fatmawati yang berkerudung. Setelah itu sejarah mencatat Soekarno menikahi Fatmawati. Inggit mangkat pada 13 April 1984 dan dimakamkan di Bandung.
ANWAR SISWADI