Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rara Mendut Melintas Zaman  

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Perempuan itu duduk sambil melinting tembakau. Kaki kirinya terlipat dengan lutut menghadap ke atas. Paha dan betis kanannya berhimpit di lantai, sedikit mengintip dari kain merahnya yang sedikit tersingkap. Dengan lidahnya ia menjilati kertas lintingan tembakau. Hidungnya lalu menciumi rokok keretek itu. Seiring dengan mengalunnya syair yang dinyanyikan pemusik, tiga perempuan masuk dari sisi panggung sambil berjalan jongkok. Mereka berpencar, lalu menari diiringi tepukan jimbe dan darbuka. Suara alat musik perkusi Arab itu semakin rancak saat ditimpali tiupan sakhuaci, klarinet, dan sopran recorder.

Di tengah keriuhan itu, rokok lintingan yang dibawa terjatuh di lantai. “Aku harimau. Aku Srikandi. Wanita sejati tak mungkin dicari.” Bagian akhir syair itu dinyanyikan berulang-ulang, kemudian hening. Empat perempuan saling mendekat lalu menari serempak. Mengusap wajah dengan telapak tangan, menggerai rambut panjang, lalu menghunus tusuk konde ke berbagai arah. Ketiga alat musik tiup itu lalu terdengar seperti menjerit-jerit. Tepukan jimbe dan darbuka mengalirkan musik padang pasir. Sambil bergoyang pinggul dan perut, gerakan penari kian dinamis.

Inilah salah satu adegan yang ditampilkan kelompok Ni Dance asal Surakarta di amphitheatre Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Selasa malam lalu. Tari kontemporer berjudul Mendut itu merupakan karya koreografer Nungki Nurcahyani. Selama 45 menit, ia menyuguhkan paduan tari dan gerak teater pada karya teranyarnya itu. “Karena saya berangkatnya dari tari dan teater, keduanya masuk saja, dan saya tidak membatasi ini tarian kontemporer atau tarian teater,” kata Nungki sebelum tampil kepada Tempo.

Tarian Mendut juga dipentaskan di Taman Budaya Yogyakarta pada 13 Oktober 2011. Sebelumnya karya itu sempat dipentaskan perdana di Solo pada 2010, dengan melibatkan hanya dua penari, selama 17 menit. Kisahnya bertumpu ke masa hidup Rara Mendut di zaman Kerajaan Mataram abad ke-18. Kini Nungki memperpanjang durasi tariannya, dan menarik kisah Rara Mendut sampai ke masa sekarang. Zaman yang masih menitiskan nasib Rara Mendut setelah kematiannya yang tragis, sekaligus romantis.

Lulusan Institut Seni Indonesia Surakarta itu merujuk pada buku Rara Mendut karya mendiang Y.B. Mangunwijaya. “Saya tertarik dengan karakter Mendut pada buku Romo Mangun. Walau dia (Mendut) itu welas asih, lembut, tapi dia juga sosok yang kuat. Dia bisa jadi pemberontak ketika tertindas,” ujarnya. Nungki pun membuat tembang penari dan syair yang dinyanyikan pemusik dari buku itu. Tarian yang mulai digarap pada Agustus 2011 itu dibawakan Nungki, Agustin Intan Kurniawati, Dhita Anindya Widyarani, dan Anouk Wilke, mahasiswi Montessori Lyceum Amsterdam, Belanda, yang sedang menjalani program darmasiswa di ISI Yogyakarta.

Nungki membuka pertunjukan dengan adegan kilas balik, saat Rara Mendut remaja. Sebagai gadis pesisir asal Pati, dunianya beralas pasir pantai seperti yang tersebar di lantai pentas. Di laut, tangannya tak canggung melempar jala ikan. Perahu yang diwakili rakit bambu dipasang menggantung di sekat latar belakang hingga akhir pertunjukan. Salah satu ruasnya dipakai sebagai tempat menggantung jala.

Jala itu juga menjadi lambang perangkap buat Rara Mendut dan kaum wanita yang punya nasib serupa, sampai hari ini. Kebebasan masa remaja Mendut dirampas penguasa Kadipaten Pati Adipati Pragolo II yang menculik dan memingitnya di puri keraton. Setelah Adipati takluk oleh serangan utusan kerajaan Mataram Tumenggung Wiraguna, Raja Sultan Agung menyerahkan Mendut ke Wiraguna. Mendut melawan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Wiraguna yang kesal menaikkan pajak dari sebulan sekali menjadi tiap pekan kepada Mendut. Perempuan yang digambarkan cantik itu kemudian berjualan rokok sambil menari di belakang kain. Para lelaki yang menontonnya di pasar selalu riuh. Puntung rokok yang diisapnya jadi rebutan dan berharga mahal. Penghasilan itu yang dipakai Mendut untuk membayar pajak.

Dari tempat umum, tarian Mendut juga ikut masuk istana. Gerakannya bertenaga, dinamis, gesit juga luwes, dan menggegerkan hadirin yang terbiasa melihat pertunjukan tari keraton yang lambat dan lemah lembut. Pada adegan ini, Nungki menggali tarian Mendut yang disebut sebagai Elang Merdeka dan Kuda Padang Bebas. Rentangan tangan sambil berputar silih berganti dengan lonjakan kaki. Ia menggabungkan keinginan bebas Mendut dengan kemarahan yang meluap-luap.

Tiba di adegan rencana perkawinan Mendut sebagai calon selir Wiraguna, seorang penari memakai sindur. Kain merah bersisi garis putih yang biasa dipakai mempelai adat Jawa itu menjadi simbol kematian Mendut. Bersama kekasih sejatinya, Pranacitra, Mendut lari ke hutan. Mereka terpojok oleh Wiraguna dan prajuritnya.

Tumenggung yang kalap itu menusukkan keris ke Pranacitra, tapi dihadang tubuh Mendut. Keris itu pun tembus menusuk hingga keduanya mati. “Di cerita ini maskulinitas dapat diruntuhkan dengan kekuatan cinta,” kata seniman yang tertarik isu feminisme itu. Pertunjukan ditutup oleh adegan seorang penari dan dua perempuan yang melinting rokok, serta seorang perempuan di dalam jala perangkap.

Menurut Nungki, tarian Mendut juga bisa diartikan sebagai protes kepada kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai gincu barang dagangan. Misalnya perempuan-perempuan muda SPG (sales promotion girl) yang diharuskan berdandan dan memakai rok pendek. Rara Mendut rupanya masih hidup.

ANWAR SISWADI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Musikus Bengal: Harry Roesli
Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.


Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.


Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Konferensi pers  Solo Exhibition
Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.


Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Pameran tunggal Zahrah Zubaidah alias Zazu bertajuk Studi Karantina. (Dok.Orbital Dago)
Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.


Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Karya seni instalasi karya sutradara Riri Riza berjudul Humba Dreams (un)Exposed dipajang di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza saat menghadiri gala premiere film Athirah di XXI Epicentrum, Jakarta, 26 September 2016. Film ini diperankan aktor diantaranya Cut Mini, Christoffer Nelwan, Indah Permatasari, Tika Bravani, dan Jajang C Noer. TEMPO/Nurdiansah
Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.


Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka Artjog 2019 di Jogja National Museum Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.


Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Cooke Maroney (Artforum)
Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.


Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Pengunjung Nuit Blanche Taipei 2018 berfoto di instalasi bertajuk Hug di kota Taipei, Taiwan, Sabtu, 6 Oktober 2018. (Martha Warta Silaban/ TEMPO)
Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.