TEMPO Interaktif, Magelang- Bentuk patung kuningan itu mirip orang tersalib di atas palang kayu. Kepalanya lunglai dan lebih besar dari bagian yang lain. Tangan yang terbentang, tubuh yang menempel di tiang atau kedua kaki yang terpaku. Dari bentuknya, orang yang melihat akan segera menerka, itu patung Yesus Kristus di tiang salib.
Berjudul Lakon, karya perupa Theresia Agustina S berukuran 30kali 120 kali 175 sentimeter itu merupakan satu diantara dua puluhan karya seni dalam pameran seni rupa bertema Keberagaman dan Toleransi di Syang Art Space Magelang, 6-20 Maret 2011. Diantara para perupa yang turut memamerkan karya mereka adalah Agapetus A. Kristiandana, AC. Andre Tanama, Ariswan Aditama, Beatrix Hendriani K, Edi Sunaryo hingga Putu Sutawijaya.
Selain Threresia, perupa lain yang menggunakan idiom patung Yesus Kristus dalam pameran itu adalah Putu Adi Gunawan. Perupa Bali kelahiran Parigi Sulawesi itu menampilkan patung berbentuk orang bertubuh tambun, rambut kribo dan bibir tersenyum.
Posisi kedua tangan patung dengan judul Gusti Ora Sare (Tuhan Tak Tidur) berukuran 120 kali 40 kali 130 sentimeter itu terbentang. Mirip bentuk patung Yesus Kristus yang sedang tersalib di palang kayu. Bedanya, tak ada kayu salib dalam karyanya. Patung itu langsung menempel di dinding galeri dengan tambahan lukisan awan di sekelilingnya.
Meski karakter patungnya berbeda karya Theresia, tapi “Tentu orang akan berpikiran sama, itu patung Yesus Kristus tersalib,” kata dia di sela pembukaan pameran, Minggu (6/3) siang.
Perupa yang pernah menggelar pameran seni rupa bertajuk Mengeja Babi di galeri yang sama pada akhir 2009 silam itu mengatakan, sebuah penciptaan karya seni tak lepas dari latar belakang sosial budaya perupanya. Karakter patung karyanya misalnya, bertubuh tambun dan berambut kribo, adalah karakter patung yang sama dengan yang dipamerkan setahun silam. Gaya seperti itu sekaligus menjadi ciri khas seorang perupa.
Bagi dia, Tuhan selalu hidup dan ada dimana-mana. Ide itu dia gambarkan melalui senyuman di bibir patung karyanya. “Itu tandanya hidup.” Buka seperti umumnya patung Yesus yang kerap ditemui yang menggambarkan sosok yang lemas tak berdaya menanggung siksa.
Gambaran Yesus serupa itu, bisa ditemui dalam lukisan karya Edi Sunaryo berjudul Gravitasi yang dipajang di bagian lain galeri. Di atas kanvas dengan ukuran 145 kali 200 sentimeter, Edi menggambar sosok Yesus yang seolah baru diturunkan dari tiang salib. Tubuhnya lunglai ditahan tangan sosok malaikat bersayap.
Sutanto Mendut, yang berkesempatan membuka pameran menilai, Yesus Kristus, juga Muhammad, adalah sosok yang luar biasa. Banyak sikap dan perilakunya yang layak diteladani hingga saat ini. Dalam menyikapi masalah dan peristiwa yang sekarang terjadi, semestinya orang bisa melihat dengan cerdik. Sehingga keberagaman bisa dihargai dengan sikap toleransi yang tinggi.
Sementara itu, Kurator Pameran Dwi Marianto dalam sambutan pembukaan pameran menegaskan toleransi atas keberagaman di Indonesia tak lagi mendapat tempat selayaknya. Kini berkembang konflik dimana sekelompok mayoritas menindas minoritas. “Keberagaman di Indonesia terancam,” kata dia.
Melalui pameran itu, kata dia, ada sebuah pelajaran yang bisa diambil. Karya mereka beragam bentuknya, dari lukisan, seni instalasi hingga patung. Karya-karya itu pun dicipta perupa yang beragam pula, dari asal daerah hingga latar belakang sosial budayanya.
ANANG ZAKARIA