TEMPO Interaktif, Yogyakarta --Para seniman lukis maupun instalasi mempunyai ciri khas yang melekat pada karyanya. Setiap karya seni yang ia buat tidak akan lepas dari ciri khas yang tidak bisa dipungiri sudah menjadi ciri khasnya. “Seragam” yang dikenakan oleh seniman tadi kadang mendatangkan kejenuhan tersendiri. Maka, sebanyak 19 seniman melepas “seragam” dalam pameran di Ars Longa Gallery, Jalan Mantrigawen nomor 11 Yogyakarta, 8-20 Agustus 2010.
Budi Ubrux, seniman dengan ciri khas kertas koran bekas yang ditempel menjadi karya seni, dalam pameran ini ia melepaskan apa yang sudah melekat pada karyanya. Ia justru melukis seekor sapi yang disembelih dengan gergaji. Meskipun ia telah melepaskan seragamnya atau ciri khasnya, ia tidak bisa lepas seratus persen. Masih tampak unsur warna kertas korannya dalam karya itu. Selain itu bahan yang digunakan unuk melukis adalah cat air di atas kertas ukuran A1 kali enam.
Nasirun, seniman lukis dengan ciri khas melukis dengan media kanvas yang besar dengan lukisan besar pula, ia memamerkan karya di atas acrilic on canvas ukuran 60 kali 80 sentimeter. Tetapi ia tidak melukis gambar yang besar, melainkan melukis lebih dari seratus buah lukisan yang ia beri judul Gambar Umbul.
Lain lagi dengan Bayu Wardana, seniman lukis ini melepaskan seragamnya secara keseluruhan. Ia tidak melukis dalam pameran ini, melainkan membuat instalasi patung berjudul Wakul Ngglimpang. Patung kepala yang membawa wakul atau cething itu miring sehingga padi yang dibawanya tumpah. Seni instalasi yang diletakkan tepat di pintu masuk galeri itu terbuat dari terakota dan plat berukuran 40 kali 50 sentimeter. Padahal memang ia tidak melepaskan secara keseluruhan ciri khasnya yaitu lukisan biji-bijian hasil pertanian seperti padi, kacang, buah, cabai dan lain-lain.
“Ada seniman yang seratus persen menanggalkan seragamnya, tetapi ada pula yang hanya sebagian saja. Ada pula yang seragamnya baru, tetapi ada pula seniman yang melepas semua seragam atau ciri khas yang menempel pada dirinya,” kata Gunawan, salah satu seniman yang ikut pameran, Minggu (15/8).
Ia menyatakan, para seniman sebenarnya juga jenuh dengan karya ynag menjadi ciri khas mereka. Semua orang yang tahu seni, pasti akan mengerti karya seorang seniman langsung bisa dikenali siapa pembuatnya. Namun pada pameran kali ini yang disebut pameran refreshing bagi mereka, justru ciri khas itu dihilangkan atau hanya dikurangi.
Gunawan sendiri membuat karya lukis yang diberi judul Musician With Green Guitar. Lukisan itu tidak seratus persen keluar dari ciri khasnya. Meskipun lukisan yang menggambarkan grup musik itu karya yang dia anggap berbeda dari karya khasnya, ia tetap mengambil latar belakang lukisannya adalah lingkungan di keluarga besar dia.
Menurut Yaksa Agus, kurator pameran, lepas seragam bisa diartikan sebagai upaya melepaskan diri dari profesionalisme. Sebuah upaya membebaskan dari citra yang harus dipertanggungjawabkan. Profesionalisme dalam dunia kesenian, kata dia, seolah menjadi absurd karena pada dasarnya citra seorang seniman di mata masyarakat awam adalah kaum yang seolah semaunya sendiri, berpenampilan seadanya.
“Padahal jika dilihat lebih teliti lagi, banyak seniman yang justru lebih profesional daripada mereka yang menganggap diri profesional,” kata Agus.
Ia menambahkan, setelah sejenak melepaskan seragam atau ciri khas mereka, muncul pertanyaan, apakah esok mereka akan kembali memakai seragamnya lagi atau karena seragamnya sudah lusuh kemudian menggunakan seragam baru, atau seragam itu dibuang.
“Seragam boleh dilepas, tetapi m,ental, kepribadian, perilaku tak dapat ditanggalkan, karena seragam itu bukan lagi sebuah baju yang dikenakan, karena seragam adalah citra diri dari setiap pribadi,” kata dia.
MUH SYAIFULLAH