Pertunjukan yang disutradarai Wawan Sofwan ini akan menampilkan olah vokal sinden Bi Respati, Ati Sriyati, dan Rika Rafika; puisi karya Godi Suwarna, paduan suara Mitra Seni Indonesia, musik Ozenk Percussion, dan tari karya koreografer Rina Belo.
Mereka adalah seniman-seniman Sunda yang dikenal piawai memainkan seni tradisi, tetapi dalam pertunjukan ini kemampuan mereka itu digunakan pula untuk membangun suasana yang melintasi waktu. Dalam pertunjukan itu, Ozenk, misalnya, tak hanya memainkan musik bambu dengan nada-nada Sunda tradisional, tapi juga memainkannya dalam gaya jazz.
Ozenk Percusssion adalah grup perkusi asal Bandung yang kerap pentas di berbagai festival perkusi dan di televisi. Kekhasan musik mereka adalah upaya untuk menggabungkan konsep perkusi tradisional dan kontemporer. Alat-alat tabuh mereka pun tak hanya alat musik konvensional, tapi juga barang-barang keseharian, seperti wajan, jerigen, dan knalpot.
Babak pembukaan pertunjukan ini akan menyajikan helaran (seni pertunjukan Sunda) yang meramu unsur tari, teater, dan musik, yang menampilkan, antara lain, angklung gubrak dan tari Ronggeng Gunung. Di sini penonton diajak bertamasya ke situs megalitik Gunung Padang. Penonton akan bersua dengan sosok Dewi Sri, suguhan musik bersuasana mistis, dan ditutup dengan beluk (pembacaaan wawacan atau sastra Sunda) Panji Wulung karya R.H. Moehamad Moesa, tokoh Sunda di masa penjajahan Belanda. Di babak-babak berikutnya akan disajikan berbagai jenis seni Sunda, dari rampak sekar, paduan angklung, Tari Merak, hingga jaipongan.
Inti dari pertunjukan ini memang situs Gunung Padang, yang terletak di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Cianjur, Jawa Barat. Situs ini merupakan situs megalitik berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara, mengingat luasnya yang mencapai 3 hektare.
"Pertunjukan ini hendak mengingatkan lagi kepada masyarakat akan kekayaan budaya kita, khususnya Sunda, termasuk situs Gunung Padang maupun berbagai bentuk kesenian tradisional lainnya," kata Sharmi Ranti Wiranatakusumah, cucu dari Mohammad Moesa yang menggagas acara ini.
Acara ini merupakan kelanjutan dari acara sebelumnya, yakni Pameran dan Peragaan Busana Batik Garutan dengan tema "Ngeunteung Ka Lembur" di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Desember 2008 lalu. Acara yang digagas Sharmi itu menggelar ratusan koleksi kain sinjang batik Garutan koleksi Hj Heti K Sunaryo, istri perupa Sunaryo, serta 133 desain pakaian batik Garutan karya perancang Ian Suhadi. Pameran ini bertujuan untuk mengenalkan kembali kekayaan batik Garutan sebagai bentuk kriya tradisional Sunda.
Kurniawan