Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memindah Seni Jalanan ke Ruangan

image-gnews
Tempo/Heru CN
Tempo/Heru CN
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tembok ruangan Via Via Travellers Cafe di Jalan Prawirotaman 30 Yogyakarta tiba-tiba dipenuhi gambar-gambar bercorak street art. Pengunjung yang sedang bersantai di kedai itu seakan tengah berada di jalanan kota Yogya yang penuh dengan mural.

Mulai 6 April hingga 6 Maret 2010, perupa Rolly Bandhriyo, 26 tahun, sengaja memenuhi ruangan Via Via Travellers Cafe dengan lukisan karyanya melalui pameran tunggal bertajuk One Soul One Flava – Guyup Rukun. Rolly seperti sedang memindahkan karya-karya muralnya yang menghiasi jalanan kota Yogya, ke dalam ruangan, lengkap dengan identitas khasnya : love hate love.

“Saya memang sedang memindahkan seni jalanan ke dalam ruangan. Ini sebuah eksperimen yang bagi saya cukup menarik,” kata Rolly saat ditemui di ruang pamer, Rabu (14/4).

Sepenggal kalimat “love hate love” memang tidak asing bagi warga Yogya. Kata-kata itu dapat ditemui di hampir semua sudut-sudut kota bersama dengan gambar-gambar bercorak street art di tembok-tembok ruang publik.

Namun, Rolly tak sekadar memindahkan seni jalanan. Ia juga sekaligus melakukan transfer medium lukisan. Jika selama ini Rolly selalu berkarya di permukaan tembok-tembok ruang publik kota, kali ini seni jalanan itu dipindah ke medium yang lebih kecil seperti di permukaan papan luncur (skate board) bekas, kepingan tripleks, plastik tutup roti. kardus bekas bungkus Pizza, gergaji bekas, sadel sepeda bekas, hingga seng iklan sedot WC.

Untuk menggelar pameran ini, Rolly berperilaku seperti seorang pemulung. Sebab, benda-benda yang dijadikan medium karya untuk pameran ini ia temukan di jalanan. Memang tidak semua medium berasal dari temuan di jalanan. Sebagian adalah pemberian teman-temannya, seperti kanvas, tas dan celana jins. Pada permukaan medium itulah Rolly mengisinya dengan gambar figur wajah manusia bergaya street art, lengkap dengan inisial love hate love yang menjadi identitasnya.

“Terus-terang, sebetulnya saya sedang jualan karya melalui pameran ini,” kata Rolly. Sejak pameran dibuka, sekitar 20 karya sudah terjual. Sebagian besar dibeli oleh orang asing yang sedang bertamu ke Via Via Cafe. Meski harganya relatif murah (antara Rp 40 ribu hingga Rp 400 ribu), Rolly tetap mensyukurinya. “Sebetulnya saya pengin ketemu dengan pembeli karya saya, namun tak pernah kesampaian. Saya ingin mengetahui pikiran mereka, mengapa mereka tertarik dengan karya saya. Ini penting bagi saya,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rolly mulai menjadi pelukis jalanan sejak 2000, pada saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta. Awalnya ia mengusung gaya grafiti teks atau grafity font. Ia menorehkan kata-kata seperti Guyup Rukun atau Friend Forever di atas permukaan tembok-tembok kosong ruang publik kota. Belakangan, ia menambah kata-kata dari lirik lagu hip hop yang sedang digandrunginya.

Untuk memenuhi hasrat berkeseniannya, Rolly harus bekerja keras. Ia harus menyisihkan penghasilan dari pekerjaan menyablon plastik kemasan gudeg di kawasan Wijilan untuk membeli cat semprot atau cat tembok akrilik. Dengan bahan-bahan itulah Rolly memenuhi permukaan tembok kosong ruang publik kota dengan lukisannya yang bergaya street art. Di tengah kegilaannya itu, toh ia masih bisa menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Senirupa Universitas Negeri Yogyakarta pada 2003.

Sejak 2006 ia mulai mengubah corak karyanya dari grafiti teks menjadi figur-figur atau karakter wajah. Pada saat itu ia juga menemukan identitas baru yakni Love Hate Love yang digunakannya sampai saat ini. Kata itu awalnya merupakan ekspresi kekecewaannya karena cintanya terhadap seorang gadis ternyata hanya bertepuk sebelah tangan. “Dulu kata itu memang menjadi bagian dari dinamika kisah cinta saya. Belakangan, saya menemukan makna yang lebih dalam. Bahwa manusia itu perlu keseimbangan,” jelasnya.

Heru CN

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

33 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

40 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.