TEMPO.CO, Yogyakarta - Kiprah musisi jalanan Seni Perlawanan oleh Rakyat (Spoer) kembali bergeliat. Bermula usai salah satu personelnya, Dodok pulang kampung ke Yogyakarta sekitar 2013-2014. Ia sempat melakukan pendampingan warga Kampung Miliran yang sumurnya mengering gara-gara pembangunan hotel di daerah itu.
Ajak Anak-anak Muda Bergabung di Spoer Setelah Mati Suri
Mulai terpikir olehnya untuk menghidupkan kembali Spoer yang mati suri. Namun untuk mengumpulkan kembali para personel lama sudah tak mungkin karena sudah bertebaran di berbagai daerah. “Aku mengajak anak-anak muda,” kata Dodok kepada Tempo, Selasa, 26 September 2023.
Sejak awal, personel Spoer sering berganti dan tambal sulam. Semula antara lain ada Sindu sebagai vokalis, gitaris Iik, drumer Tami, abasa atau kebasan yaitu alat musik perkusi kicik dipegang Dodok. Kemudian sejak 1998, Dodok menjadi vokalis hingga kini.
Anak-anak muda usia 20-an yang direkrutnya bukan lagi berbasis pengamen. Ada David sebagai drummer yang juga eks drummer ARB (Aceh Rock Band). Wins pembetot bass yang dulunya aktivis mahasiswa. Gitarisnya adalah aktivis mahasiswa yang jadi musisi, yaitu Bayu Agni dan desainer grafis, Dipay. Saat ultah seperempat abad itu, Spoer pertama kali dilengkapi dengan alat musik anyar, yaitu biola yang dimainkan Doni, baru bergabung dua pekan sebelum pentas 25 tahun Spoer. Doni adalah anak didik violis kelompok band parodi ISI, Sri Rejeki.
“Dan ada personel yang anak-anak sahabatku,” kata Dodok yang kini berusia 46 tahun. David misalnya, adalah anak dari Juli, pengamen tahun 1997-an bersama Iik. Bayu anak dari Nano Giok, aktivis jaringan miskin kota di Jakarta kala itu. “Aku jadi kayak nggak tahu diri, merekrut anak-anak teman-temanku,” ucap Dodok, lalu tertawa.
Baca juga:
Acara bertajuk #25TAHUNREFORMASI "Hari Tani dan 1/4 Abad Spoer" di halaman Gedung Kuliah Terpadu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahad, 24 September 2023. TEMPO/Pito Agustin Rudiana.
Perjalanan Spoer Pentas
Spoer mengawali dengan pentas di Pontianak dalam “Solidaritas Save Tembayang” terkait hutan adat antara 2013 dan 2014. Band ini diundang dalam hajatan mantan para aktivis di Yogyakarta dalam “30 Tahun Rode” pada 2018.
Spoer juga mengaransemen lagu “Mars Gempadewa” menjadi “Mars Wadas” pada 2022. Lagu tersebut diciptakan warga Wadas, Kabupaten Purworejo yang tengah berjuang menolak tambang batuan andesit di desanya untuk proyek strategis nasional Bendungan Bener. Warga Wadas sudah menyanyikannya saat berdemo di PTUN Semarang pada 2021.
Proses aransemen membutuhkan waktu sekitar satu jam. Kemudian proses rekaman dalam bentuk digital di studio milik eks vokal Captain Jack, Momo. Dilanjutkan pembuatan video klip oleh aktivis lingkungan, Bintang Hanggono. Lagu itu pun diunggah melalui Youtube pada Juni 2022.
Peringatan 25 Tahun Spoer
Peringatan 25 tahun Spoer yang dibalut dalam tajuk acara “#25TAHUNREFORMASI: Hari Tani dan 1/4 Abad Spoer” pada 24 September 2023 malam di halaman Gedung Kuliah Terpadu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lalu berlangsung cukup meriah. Panggung berlatar banner bergambar petani dan tulisan “Sebelum Semua Menjadi Seperti Ibukota Jagalah Tanah Kita” dan “Karpet Merah untuk Petani”. Lampu panggung merah, biru, kuning berpendar bergantian.
Ada sebelas lagu yang dinyanyikan. Dua di antaranya dinyanyikan aktivis perempuan, yakni “Lagu Sederhana” dan “Mars Perempuan”. Lagu lainnya antara lain “Rakyat Kecil yang Tercekik, Tunas Bangsa, Wajah Bumi, Tanah, Dasamuka”, hingga “Mars Wadas”, dan ditutup “Mars Pemuda”. Meski lagu-lagu lawas, tetapi liriknya masih mengekspresikan kondisi Indonesia hari ini. Irama musiknya yang mengentak membuat penonton yang mayoritas anak-anak muda berjingkrak di depan panggung.
Meski pelataran panggung tak penuh, tetapi pentas malam itu menyedot perhatian sejumlah aktivis 1980-an hingga 1990-an untuk hadir. Beberapa di antaranya ikut meramaikan panggung. Seperti Afnan Malay, yang menyusun baik-bait Sumpah Mahasiswa. Ia membacakan tiga puisi karyanya, antara lain “Orang Wadas” dan “Seperti Pantomim”. Kemudian aktivis ‘98, sastrawan Raudal Tanjung Banua juga membacakan puisinya yang berjudul “Api Bawah Tanah”.
"Semangat Spoer itu seperti api bawah tanah, bisa menjalar dan sewaktu-watu muncul. Kapan pun adalah masalah rakyat, mereka datang,” kata Raudal.
Seperti momentum kebangkitan kembali Spoer, mereka masih setia menyanyikan lagu-lagu kritik sosial dan politik. Mereka juga tampil saat demonstrasi Gejayan Memanggil, juga bersolidaritas bersama warga Wadas. “Karena kami (Spoer) milik rakyat, bukan golongan manapun,” ucap Dodok, sebagaimana kepanjangan nama Spoer: Seni Perlawanan Oleh Rakyat.
Rencananya, Spoer akan meluncurkan album terbaru pada 2024 nanti. Ada 10 lagu yang akan direkam meliputi 5 lagu baru dan 5 lagu aransemen ulang. Warna musik yang diusung pun aneka rupa seperti semula. Ada rock, metal, juga etnik.
“Kami mengutamakan lirik (kritik sosial dan penguasa). Aransemennya suka-suka,” kata Dodok memungkasi.
Pilihan Editor: Spoer Mengkritik Rezim Lewat Lagu Dasamuka hingga Mars Pemuda