Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

The East: Menguak Dua Sisi Peperangan

image-gnews
NEW AMSTERDAM FILM COMPANY/MILAN VAN DRIL
NEW AMSTERDAM FILM COMPANY/MILAN VAN DRIL
Iklan

INFO CELEB - Pernahkah pengalaman perang mampu diceritakan secara utuh pada keluargamu? Inilah pertanyaan yang amat sulit dijawab ketika muncul di benak seorang prajurit.

Film The East (De Oost dalam Bahasa Belanda), ini segelintir dari deretan film fiksi bergenre perang yang mencoba menguak sisi lain sebuah peperangan. Pergulatan batin seorang Johan De Vries, prajurit muda asal Belanda yang dikirim untuk menumpas pasukan anti-gerilya di Celebes (Sulawesi Selatan), ini berujung membuka mata sejarah bagaimana yang terjadi sesungguhnya di ranah peperangan.

Film fiksi pertama yang mengangkat sosok Raymond Westerling, pemimpin Satuan Khusus Militer Belanda Depot Speciale Troepen (DST) yang dicatat sejarah Indonesia dengan Pembantaian Westerling, meski menuai banyak kritik, setidaknya kita tak dibanjiri tembakan yang hanya diakhiri dengan teriakan miris rakyat jelata tak berdosa. Lewat film ini penonton akan membuka mata, melihat sisi lain nilai-nilai kemanusiaan.

Sander Verdonk, salah satu produser film ini menyebut, meski cerita yang dikisahkan dalam film ini fiktif, namun yang terjadi di dunia nyata begitu tragis. Menurutnya, sisi fiktifnya amat sedikit. Itu artinya, film ini punya keberanian untuk menguak sisi abu-abu dari perjalanan sejarah Westerling yang juga diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia, meski tak mendetail.

Mungkin, film yang secara plot (alur) enak ditonton, jauh dari kesan bertele-tele ini bisa jadi cermin, untuk menengok kembali jauh ke belakang. Bagi sejarah Indonesia, maupun Belanda sendiri. Lima produser yang terlibat dalam produksi film kerja sama Indonesia dan Belanda ini selain Sander adalah Benoit Roland, Shanty Harmayn, Jim Taihuttu, dan Julius Ponten.

Film berdurasi dua jam yang mengambil peristiwa sekitar tahun 1946-1947 ini disutradarai oleh Jim Taihuttu, lelaki Belanda berdarah Maluku. Film sejarah yang tayang perdana di Belanda Mei 2021 ini membuka perspektif pada kita semua bagaimana melihat sebuah peperangan, penggalan sejarah, secara obyektif dan bukan dari kacamata sepihak.

NEW AMSTERDAM FILM COMPANY/MILAN VAN DRIL

Pemerintah, sejarawan, atau bahkan pelaku sejarah itu sendiri. Melalui The East kita bisa kembali memasuki ruang perdebatan yang terbuka, seperti berapa jumlah korban pembantaian di periode tahun itu. Benarkah seperti diklaim Presiden Sukarno mencapai 40 ribu orang, atau versi Belanda yang sekitar 3000 orang? Paling tidak, dengan mengikuti jejak pertemuan dan berakhir perseteruan yang terjadi antara tokoh protagonis Johan De Vries (diperankan Martijn Lakemeier) dan Raymond Westerling (diperankan Marwan
Kenzari), kita belajar tentang dua sisi peperangan.

Sinopsis film The East bermula dari kedatangan tentara sukarelawan Belanda ke Tanah Jawa. Salah satunya adalah Johan De Vries. Johan, tokoh protagonis ini ditempatkan di Semarang. Tiga bulan pertama, ia nyaris tak menemukan kegaduhan atau laporan tentang serangan musuh di kampung-kampung seperti yang diceritakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sampailah suatu hari, Johan bertemu Raymond yang lebih dikenal dengan Si Turki (yang belakangan diketahui bernama Raymond Westerling). Johan yang mulai melihat ‘kejanggalan’ atau nilai-nilai tak sejalan dengan misi
keberangkatannya dari Belanda yakni membantu dan menciptakan perdamaian, mulai tertarik pada sosok Raymond yang terkesan berani, dan seperti diakuinya sendiri, dijuluki Ratu Adil.

Johan pun bersimpati dan mengikuti jejak Raymond, tokoh antagonis ini. Pergulatan batin Johan seperti mendapat jawabannya dengan bergabung pada Satuan Khusus Militer Belanda Depot Speciale Troepen (DST) di bawah komando Raymond.

Sampailah pada suatu masa, Raymond memerintahkan pasukannya untuk berangkat dan mendapat tugas menumpas para perusuh alias teroris di Celebes (Sulawesi Selatan). Johan yang setia, pun bergegas. Pergulatan batin mulai muncul ketika pasukan mereka merangsek ke kampung demi kampung.

Hanya berbekal daftar nama-nama orang yang dicurigai biang perusuh, di depan warga kampung yang dikumpulkan di lapangan, di depan anak, istri mereka, Raymond mengeksekusi para lelaki tanpa ditanya terlebih dahulu.

Hanya berbekal pengakuan nama, peluru tajam menghantam mereka tanpa ampun. Korban bertumbangan satu per satu, entah berapa lubang kubur massal yang memenuhi setiap desa.

Suatu ketika, Johan mendapat pula giliran mengeksekusi. Lantas, dengan keberanian atas nama kemanusiaan dan kebenaran, ia mempertanyakan tindakan Raymond yang menurutnya sudah tak lagi sesuai dengan misi yang mereka anut bersama dulu. 

Membunuh tanpa mengadili kebenarannya adalah ibarat pembunuhan sia-sia. Johan De Vries pun, yang semula menjadi anak buah kepercayaan Raymond, dianggap berkhianat dan memutuskan berpisah. Benih permusuhan tak terelakkan, adegan-adegan yang menguras emosi terjadi di antara keduanya. Di sebuah dunia yang berbeda. Bukan lagi di arena peperangan sesungguhnya.

Lewat ending The East yang dramatis kita akan berpikir kembali, tentang cinta, pengkhianatan, dan peperangan. Dan kebenaran sejarah, sekali lagi.(*)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Review Film Siksa Kubur: Horor Religi yang Dikemas Rapi dan Punya Makna Mendalam

17 hari lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
Review Film Siksa Kubur: Horor Religi yang Dikemas Rapi dan Punya Makna Mendalam

Siksa Kubur dimainkan oleh para aktor terbaik nomine dan penerima Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI).


Godzilla X Kong: The New Empire, Melihat Perkembangan Karakter Kong Jadi Pemimpin Sejati

26 hari lalu

Godzilla x Kong: The New Empire. Foto: Warner Bros.
Godzilla X Kong: The New Empire, Melihat Perkembangan Karakter Kong Jadi Pemimpin Sejati

Godzilla X Kong: The New Empire menjadi film kelima dalam franchise MonsterVerse yang dituturkan perlahan tapi diimbangi visualisasi menarik.


Review Film Para Betina Pengikut Iblis 2, Budaya Klenik dan Pendalaman Karakter

29 hari lalu

Poster Para Betina Pengikut Iblis 2. Foto: Max Pictures.
Review Film Para Betina Pengikut Iblis 2, Budaya Klenik dan Pendalaman Karakter

Para Betina Pengikut Iblis 2, seperti halnya film pertama, penonton dibatasi usia 21 tahun ke atas


Review Film Keluar Main 1994, Dilema Remaja SMA yang Relatable

29 hari lalu

Poster film Keluar Main 1994. Foto: Finisia.
Review Film Keluar Main 1994, Dilema Remaja SMA yang Relatable

Film Keluar Main 1994 memadukan unsur budaya, edukasi, keluarga, dan asmara di kalangan anak SMA yang dekat dengan remaja Indonesia.


Review Film 24 Jam Bersama Gaspar: Adegan Laga hingga Senggol Isu Krusial

42 hari lalu

24 Jam Bersama Gaspar. Foto: Instagram/@24jambersamagasparfilm
Review Film 24 Jam Bersama Gaspar: Adegan Laga hingga Senggol Isu Krusial

Dengan penggunaan bahasa Indonesia baku, 24 Jam Bersama Gaspar membuat film ini lebih berkelas lantaran menjangkau penonton yang lebih luas.


Review Film Tanduk Setan: Antologi Cerita dan Pesan tentang Klenik

46 hari lalu

Poster film Tanduk Setan. Foto: Instagram.
Review Film Tanduk Setan: Antologi Cerita dan Pesan tentang Klenik

Film Tanduk Setan menggabungkan dua cerita antara kehidupan dan kematian ini di dalamnya terdapat selipan pesan yang bisa diresapi selama berpuasa.


Review Film Kuyang: Urban Legend dan Tradisi Khas Kalimantan

48 hari lalu

Poster film Kuyang. Foto: Instagram.
Review Film Kuyang: Urban Legend dan Tradisi Khas Kalimantan

Kisah Kuyang itu kemudian diangkat menjadi sebuah film yang diproduksi oleh Aenigma Picture dan disutradarai oleh Yongki Ongestu.


Review Film The Zone of Interest, Potret Keluarga Bahagia di Balik Tembok Penuh Kebrutalan

50 hari lalu

The Zone of Interest. Foto: Instagram/@klikfilm
Review Film The Zone of Interest, Potret Keluarga Bahagia di Balik Tembok Penuh Kebrutalan

Film The Zone of Interest menampilkan kengerian peristiwa Holocaust di Jerman pada Perang Dunia II tanpa memperlihatkan satu pun adegan berdarah.


Review Film Bonnie: Adegan Aksi dan Drama yang Berpadu dengan Sastra

56 hari lalu

Poster film Bonnie. Dok. Istimewa.
Review Film Bonnie: Adegan Aksi dan Drama yang Berpadu dengan Sastra

"Emosional, tegang, dan menghibur," adalah kata yang tepat untuk menggambarkan film Bonnie. Berikut review selengkapnya.


Review Film The Holdovers: Sindiran Bagi Pemarah dengan Humor Melankolis dan Tajam

59 hari lalu

Foto poster film The Holdovers. Foto: Istimewa.
Review Film The Holdovers: Sindiran Bagi Pemarah dengan Humor Melankolis dan Tajam

Berikut review The Holdovers, film bergenre drama komedi karya sutradara Alexander Payne yang mendapatkan lima nominasi Piala Oscar.