TEMPO.CO, Bandung - Gundukan kain putih yang diduduki Ayu Winastri tiba-tiba bergerak. Penonton terhenyak. Kain itu bukan sembarang kain. Di bawah kain putih yang diduduki gadis pembawa acara tersebut, ternyata berisi sepasang tubuh laki-laki dan perempuan. Mereka saling menindih.
Laki-laki itu adalah Barlianta. Dalam theatrical music performance tersebur, Barlianta berperan sebagai kekasih panggung Ayu Laksmi. Barlianta terlihat menyibakkan kain putih yang menutupinya. Dia pun menjerit seolah memberontak pada kain putih yang mencoba membelenggunya.
Seraya dengan jeritan Barlianta, personel Svara Semesta yang berjumlah sekitar sepuluh orang berlarian dari sisi kanan panggung. Cahaya lampu berwarna kuning, merah, juga putih silih bergantian menyoroti panggung dan menambah kemeriahan pertunjukan itu.
Setelah personel Svara Semesta yang mengenakan baju putih siap memainkan alat musik, baru kemudian pemeran utama dalam pertunjukan itu, yakni Ayu Laksmi, berjalan teratur sambil terus membacakan bait-bait puisi tentang air datang menghampiri panggung. Tepuk tangan penonton pun tak terelakkan kala Ayu Laksmi mulai memasuki panggung yang beralaskan bunga-bunga itu.
Pertunjukan yang berlangsung di kawasan NuArt Sculpture Park, Setraduta Kencana, Kota Bandung, itu memang sengaja dirancang untuk menggabungkan berbagai elemen kesenian dalam satu panggung. Dalam pertunjukannya, Ayu mencoba menampilkan gelaran seni yang terlihat berbeda, di mana dia berusaha menyatu dengan semesta.
Lokasi pertunjukan NuArt yang dikelilingi dengan pohon-pohon besar memang sesuai dengan keinginan Ayu Laksmi. Tempat pertunjukan sedemikian rupa itu dirancang sesuai dengan kondisi alam pedalaman Ubud, Bali. Wewangian kemenyan yang tidak henti-hentinya menghinggapi penciuman penonton menambah suasana kian magis.
Ayu pun mulai menembangkan beberapa lagu yang berasal dari album terbarunya, yakni Svara Semesta 2. Lagu-lagu itu sekilas terdengar seperti bacaan mantra, karena tidak semuanya berbahasa Indonesia. Rupanya, itulah kepiawaian Ayu yang berhasil menyanyikan lagu dengan tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia saja. Melainkan merangkum tujuh bahasa, di antaranya, Bali, Minang, Latin, Inggris, Jawa kuno, dan Sansekerta.
Tabuhan alat musik modern, seperti drum dan gitar, berkolaborasi dengan gamelan Bali, suling, karinding, dan alat musik etnik lain berhasil mengeluarkan bunyi-bunyian yang harmonis.
Menurut Ayu, bahasa-bahasa yang dia dendangkan itu merupakan bagian dari caranya menghormati kebudayaan yang melahirkannya. "Saya selalu memahami kultur yang melahirkan sebuah bahasa sebelum akhirnya berhasil menyanyikannya," ujar Ayu kepada Tempo seusai pertunjukan itu.
Pertunjukan dengan durasi waktu sekitar dua jam itu, menurut Ayu, bertemakan tentang air. Ayu memilih air untuk dijadikan rujukan dalam pertunjukan itu karena, menurut dia, air merupakan salah satu dari lima unsur semesta. Ayu mengibaratkan air sebagai nadi dalam tubuh manusia.
"Dengan pertunjukan ini, kita mencoba mengingatkan kembali kepada khalayak yang telah melupakan pentingnya air dalam kehidupan kita. Melalui berkesenian, mungkin cara itu lebih santai dan mudah diterima," ucapnya.
Pertunjukan itu merupakan bagian dari rangkaian peluncuran album Svara Semesta 2, yang berisikan lagu-lagu kolaborasi antara Ayu Laksmi dan para penulis beserta penyair Indonesia.
AMINUDIN