TEMPO.CO, Denpasar - Sastrawan Sapardi Djoko Damono berbagi pemahaman tentang berita dan cerita. Sapardi mengawali pembahasannya dengan guyonan sederhana tentang berita dan cerita.
"Beda kan huruf awalnya, B dan C," katanya saat hadir sebagai pembicara dalam acara bertajuk 'How To Be a Writer' yang diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa KHLOROFIL dari Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Sabtu, 6 Mei 2017.
Baca Juga:
Sapardi menjelaskan bahwa biasanya ada dua anggapan yang dipahami masyarakat ihwal berita dan cerita, yakni fakta (berita) dan fiksi (cerita). Namun, ujar dia, terkait berita dan cerita ada juga anggapan bahwa bila ditulis oleh sastrawan maka menjadi cerita.
"Kalau (yang menulis) wartawan itu jadi berita. Koran itu hidupnya sehari, dan berita itu bisa basi," ujarnya.
Bagi dia, berita adalah informasi baru yang bermanfaat untuk segera diketahui. Wartawan, tutur dia, pada hakikatnya adalah juga tukang cerita yang perlu memiliki keterampilan menggunakan piranti bahasa.
"Inilah bumbunya berita, keterampilan wartawan bercerita bukan berberita. Jadilah tukang berita yang pandai bercerita," tuturnya.
Saat acara itu hadir juga sebagai pembicara, pembina Madyapadma Journalistic Park SMA 3 Denpasar I Wayan Ananta Wijaya. Menurut Ananta peran jurnalis harus mampu menyajikan tulisan yang berguna sebagai edukasi bagi pembaca.
"Edukasi yang dimaksud bukan berita pendidikan, tapi mencerdaskan pembaca. Jadi harus tahu yang mana yang pantas dan tidak," katanya. "Maka, saat jurnalis menulis, dia itu bukan sebagai loudspeaker narasumber."
BRAM SETIAWAN