TEMPO.CO, Yogyakarta - Seniman dan aktivis Nahdlatul Ulama mengecam bursa pasar seni termegah Art Jog lantaran menggandeng Freeport Indonesia sebagai sponsor. Mereka mengajak seniman maupun masyarakat untuk memboikot acara itu.
Kecaman itu datang dari Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam, organisasi dari Nahdlatul Ulama. Front itu merupakan wadah koordinasi antara jamaah NU yang peduli pada konflik pengelolaan sumberdaya alam.
Periset Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam, Bosman Batubara menduga seniman yang terlibat dalam acara itu sejak awal tidak mengetahui keterlibatan Freeport sebagai sponsor Art Jog. “Ada paradoks ketika seniman menampilkan karya mereka yang kritis terhadap persoalan lingkungan dan penderitaan rakyat,” kata Bosman dihubungi Tempo, Jumat, 10 Juni 2016.
Bosman berpandangan penyelenggara yang menerima PT Freeport sebagai sponsor tidak sensitif karena perusahaan itu dinilai melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Di antaranya, penghancuran tatanan adat rakyat Papua, perampasan lahan masyarakat lokal, penangkapan sewenang-wenang masyarakat sipil, perusakan lingkungan hidup, perusakan ekonomi rakyat.
Perusahaan milik Amerika Serikat itu juga dituding mengingkari eksistensi Suku Amungme, melanggar hak-hak ketenagakerjaan, dan terlibat dalam setoran ilegal uang keamanan aparat negara.
Alumnus Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada dan Interuniversity Programme in Water Resources Engineering, KU Leuven dan VU Brussel, Belgia itu merujuk pada temuan Jaringan Advokasi Tambang Mining Advocacy Network dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan.
Limbah tailing atau sisa pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral
Freeport telah mencapai lebih dari 1,187 milliar ton yang dibuang ke sungai Aghawagon, Otomona dan Ajkwa Papua. Longsor besar di kawasan Freeport juga telah merenggut 28 nyawa pekerja sekaligus pada 14 Mei 2013. Hingga akhirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menetapkan PT. Freepot Indonesia sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia berat dalam kasus itu.
Warga Kabupaten Merauke, Papua, Lurina Ubay mengatakan masuknya Freeport membuat rakyat Papua sengsara karena mereka merasa terasing di tanah mereka sendiri. Penambangan oleh Freeport itu merusak lingkungan karena hutan dan sumber daya alam milik rakyat Papua habis dikuras. “Bagaimana kami bisa mencari makanan ketika sumber-sumbernya habis,” kata Lurina.
Sebelumnya, Direktur Artistik Art Jog Heri Pemad mengatakan seniman yang ikut berpameran di Art Jog tidak tahu menahu soal pelibatan Freeport sebagai sponsor. Keputusan penyelenggara Art Jog melibatkan Freeport, kata dia mepet dengan hari H Art Jog. “Sedangkan, kesepakatan seniman sebagai peserta Art Jog sudah ada jauh sebelumnya,” kata Pemad.
Menurut dia, keputusan untuk melibatkan Freeport sebagai sponsor datang dari keputusasaan terhadap tidak hadirnya pemerintah mendukung bursa pasar seni itu. Padahal, Art Jog tahun lalu, kata Pemad tidak menghasilkan untung. Bahkan membuat panitia bankrut karena tidak ada karya yang terjual.
Ia sadar ketika melibatkan Freeport sebagai sponsor akan menuai kritik dari sejumlah kalangan, di antaranya seniman. “Saya tempuh jalan terakhir dengan gebrakan menggandeng Freeport untuk mencuri perhatian publik. Sulit sekali mencari sponsor,” kata Pemad.
SHINTA MAHARANI