TEMPO.CO, Bandung - Kolase gambar dan foto dari kertas majalah yang licin mengkilap menempel di beberapa rumah penduduk. Kolase itu tak dipasang di dalam rumah melainkan di dinding luar, sehingga siapa pun yang melintas bisa melihatnya.
Seni kolase itu menyebar di sekitar 30-an rumah warga RT 05 RW 10, Kelurahan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap. Lokasinya berada di lereng Sungai Cikapundung dan pinggir Jalan Siliwangi, Bandung, tak jauh dari lokasi ampiteater baru.
Karya kolase bikinan warga itu makin semarak dan kontras dengan latar cat putih baru yang disapu ke semua rumah di lereng sungai tersebut. Warga pun kemudian menamakan permukimannya sebagai Kampung Kolase.
Proyek seni rupa berjudul Baur itu digagas Galeri S.14 di Cigadung, Bandung, yang dikelola pasangan Herra Pahlasari dan Aminudin T.H. Siregar alias Ucok. Tujuannya untuk mengakomodasi dan memberdayakan isu-isu perkotaan melalui kerja bareng antarseniman lintas negara, masyarakat, serta komunitas yang memberikan layanan masyarakat.
Berawal dari kedatangan Herra dan Ucok ke lokasi ampiteater di sisi Sungai Cikapundung itu, kemudian muncul gagasan untuk menghidupkan nuansa seni di tempat itu dengan partisipasi warga sekitar. Mereka kemudian mengajak seniman sekaligus aktivis sosial dari Australia, Deborah Kelly, dan kelompok Wayang Cyber yang berasal dari kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Dari pelaku seni itu, warga belajar membuat kolase sejak akhir Mei lalu.
Hasil karya mereka kemudian dipamerkan sejak 15-21 Juni 2015. Galeri atau ruang pajangnya kampung mereka sendiri. Warga menempelkan karya seni kolase buatannya pada bingkai kaca di depan rumah masing-masing. Pada gambar-gambar itu, muncul impian, harapan, dan cerita, dari pembuatnya. "Total ada 64 karya, buatan ibu-ibu dan anak-anak," ujar Herra.
Seorang warga, Euis Supriyati, 46 tahun, membuat karya berjudul Menikmati di Taman Bunga. Kolase dengan guntingan foto wajahnya itu menggambarkan ia tengah berada di sebuah taman. “Bikinnya dua hari di rumah, nanti mau buat yang lain lagi,” kata Euis kepada Tempo di rumahnya.
Walaupun sama membuat kolase, karya anak-anak punya keterangan soal latar dan kisah gambarnya. Sebagian terkesan polos dan lugu sekaligus lucu. Teguh misalnya menulis, “Ada keris, ada mobil, ada robot. Saya ceritanya punya mobil warnanya ijo, saya suka warna itu. Di keris ada gambar ayamnya, ceritanya mau potong ayam. Ayam itu makanan kesukaan saya.”
Adapun Hafid mengatakan, “Di sini ada foto saya sendiri, sedang bawa gitar. Saya pengen punya gitar. Terus saya pakai kopiah, biar saya masuk surga.”
ANWAR SISWADI