TEMPO.CO, Banyuwangi - Ratusan penari menyemarakkan acara tahunan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang digelar pemerintah daerah setempat, di Lapangan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu siang, 22 November 2014. Karnaval yang dibuka oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya, disaksikan juga oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Duta Besar Amerika Serikat Robert O Blake, mengusung tema “The Mystic Dance of Seblang”. Tema tersebut diambil dari tradisi Seblang sebagai ritual bersih desa.
Karnaval dibuka dengan defile marching band yang mengiringi empat penari berkostum tradisional Seblang. Pakaian Seblang terdiri dari jarik, selendang, dan mahkota yang terbuat dari rangkaian bunga tujuh rupa. Mahkota dilengkapi dengan rumbai-rumbai daun pisang sepanjang bahu.
Defile berikutnya adalah 100 penari Gandrung yang tampil kolosal. Mereka mengiringi seorang model yang tampil berkebaya dengan dua sayap lebar yang bertumpuk di punggungnya. Busana karya desainer Irma Lumiga ini berbahan batik yang mengkombinasikan pakaian tradisional Seblang dengan sentuhan modern. Busana berwarna merah-kuning-hijau itu menjadikan sang model tampil anggun sehingga dijuluki “The Queen of Seblang”. Para gandrung remaja di belakang sang model membentangkan 50 lembar batik khas Banyuwangi.
Fragmen tradisi Seblang juga ditampilkan kepada khalayak. Tradisi Seblang, dengan tokoh utama perempuan, merupakan salah satu bagian dari kepercayaan kepada Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Ada dua tradisi Seblang yakni Seblang di Desa Olehsari yang digelar usai Idul Fitri dan Seblang Desa Bakungan yang dilaksanakan setelah Idul Adha. Penari Seblang Olehsari haruslah seorang gadis perawan sedangkan Seblang Bakungan dimainkan oleh perempuan tua.
Seluruh fragmen tersebut diiringi dengan gamelan Banyuwangi. Musik-musik pengiring yang ditampilkan mengambil gending-gending dalam tradisi Seblang dan juga lagu khas berbahasa Using, Banyuwangi. Seluruh penari tersebut tampil seolah-olah sedang kesurupan dengan diiringi pawang dengan tungku kemenyan, seperti ritual aslinya.
Bunyi gamelan semakin rancak dan kali ini memainkan lagu-lagu pop modern. Saatnya defile peserta BEC beraksi. Defile pertama diikuti 50 orang membawakan kostum Seblang Olehsari yang didominasi warna hijau dan kuning. Mereka berlenggak-lenggok di karpet merah hingga jalan raya sepanjang dua kilometer.
Defile kedua yakni kostum Seblang Bakungan. Kostum defile ini didominasi warna merah dan hitam. Sedangkan defile ketiga berkostum hasil panen atau porobungkil yang didominasi warna ungu. Pada defile terakhir ini, peserta membuat karya kostum yang dipenuhi dengan hasil pertanian seperti terong, tomat, wortel, sayuran, dan aneka buah-buahan.
BEC ini mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurut Arief, meskipun banyak karnaval di Indonesia, Banyuwangi bisa menampilkan yang berbeda. “Banyuwangi lebih mengangkat budaya lokal dalam kostum-kostum tersebut,” kata Arief, yang merupakan putra daerah Banyuwangi ini.
Kostum-kostum para penari didesain oleh sekitar 200 pelajar Banyuwangi. Salah satu desainer dari SMA Muhammadiyah, Geby Franliva, mengkreasikan kostum Seblang Olehsari dengan dua sayap di kanan dan kiri. Empat buah payung setinggi tiga meter menjulang dari bagian punggungnya. Berbagai manik-manik aneka warna menghiasi mahkota hingga bajunya. “Dua bulan menyelesaikan ini semua,” kata Geby.
Geby menghabiskan Rp 3 juta untuk kostum berwarna hijau tersebut. Karya desainnya pada BEC kali ini adalah yang kedua, setelah berhasil menyabet juara favorit dalam BEC tahun lalu. Namun, Geby sendiri tak tertarik untuk menjadi desainer. “Saya malah ingin jadi dokter,” kata pelajar berusia 17 tahun ini.
Beda lagi dengan Erika, pelajar SMA Wongsorejo. BEC tahun ini adalah penampilan perdananya. Karena belum terbiasa, dia meminta seorang teman untuk membantunya mendesainkan kostum Seblang Bakungan yang berwarna merah-hitam. Erika sendiri tak pernah menonton tradisi Seblang, namun dia mengetahui tradisi itu saat workshop. “Peserta workshop diberi gambar dan video tradisi seblang,” kata dia.
IKA NINGTYAS