TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang baru di akun Facebook sutradara Riri Riza. Sejak beberapa pekan terakhir, ia mengganti foto profilnya dengan gambar karikatur seekor harimau Sumatera yang sedang mengaum. Ekornya berbentuk dahan yang menjulur panjang. Sejumlah hewan rimba, seperti kijang, beruang, ular, babi, dan tapir, bertengger di sekitarnya. Di dahan itu juga tumbuh dua ranting yang membentuk konfigurasi kata, "Sokola Rimba". Sepertinya ini adalah cara Riri untuk memperkenalkan proyek film terbarunya, Sokola Rimba, yang akan tayang mulai 21 November 2013.
Tenggat kian mepet membuat Riri harus berkejaran dengan waktu. Meski pengambilan gambar sudah selesai, ia mengaku masih harus mengawasi proses produksi yang memasuki tahap akhir. Rekaman gambar terbaik harus ia pilih. Begitu pun dengan aransemen musik dan suara latar yang tepat. Itu semua harus ia lakukan di sela-sela kesibukannya menyiapkan pelatihan bagi sineas muda di Indonesia bagian timur dalam acara Makassar South-East Asia Screen Academy 2013. "Sampai sekarang belum rampung. Saya lagi stres," ujarnya.
Rasa penasaran para pemerhati dunia sinema sebenarnya bisa sedikit terbayarkan lewat rekaman gambar yang ia unggah di Youtube. Film berdurasi 2 menit 22 detik itu menayangkan proses kreatif yang dikerjakan kru rumah produksi Miles Films saat syuting di lokasi kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Tidak kurang dari 80 orang rimba mereka libatkan.
Film Sokola Rimba yang dibintangi Prisia Nasution itu diilhami dari buku berjudul sama, yang ditulis oleh Butet Manurung. Di buku itu, Butet menceritakan pengalamannya selama lebih dari satu dasawarsa mengabdikan diri menjadi pengajar bagi orang rimba.
Orang rimba adalah istilah yang dipakai untuk menyebut suku asli yang tinggal secara berkelompok di pedalaman Jambi. Orang-orang menyebut mereka "Kubu", sebuah label yang berasosiasi dengan keterbelakangan dan penuh dengan kekuatan mistis. Saat ini keberadaan orang-orang rimba mulai terdesak oleh perambahan hutan. Mereka pun terpaksa membuka diri dengan dunia luar. Namun, proses peleburan itu tidak mudah. Karena masih terbelakang, orang rimba acap kali jadi korban penipuan. Hal itulah Butet tergerak untuk mengajari mereka.
Membuat film ini bukanlah pekerjaan mudah bagi Riri. Untuk menjangkau lokasi syuting, misalnya, ia harus menempuh perjalanan darat selama 10 jam dari Bangko, kota kabupaten di Jambi, ke kawasan Bukit Duabelas. Setiba di sana, mobil yang mereka tumpangi harus ditinggalkan. Para kru dan pemain harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menapaki perbukitan selama dua jam. Semua peralatan syuting dan bekal makanan harus mereka angkut dengan mengandalkan kekuatan tubuh. "Kami tinggal di sana selama 21 hari," ujar Riri.
Untuk menjembatani komunikasi antara dia dan timnya dengan orang Rimba, Riri dibantu oleh Butet. Perempuan kelahiran Jakarta, 21 Februari 1972, itu memang amat disegani orang rimba. "Orang rimba itu memanggil orang lain dengan sebutan nama. Tapi, kalau sama Butet, mereka memanggil dengan sebutan, 'Ibu Guru'. Itu luar biasa banget. Orang rimba sangat menghargai Butet. Semua pendapatnya mau mereka dengar," ujar Riri.
Dari Butet pula ia tahu jurus jitu untuk mengajak orang-orang rimba mengobrol. "Kami harus membawakan mereka rokok. Semacam pengantar," ujar Riri.
RIKY FERDIANTO