TEMPO.CO , Yogyakarta: Tak kurang 90 buku karya sastra seperti novel atau bunga rampai cerpen akan menjadi bagian utama dalam pameran bertajuk "Bermain Bersama Om Sam" di Bentara Budaya Yogyakarta, 17-18 Mei 2012.
Novel dan kumpulan cerpen itu adalah karya para pelajar SMP Stella Duce Dagen Yogyakarta. Membuat novel dan cerpen baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris merupakan sesuatu yang wajib dibuat sebagai tugas akhir pelajaran bahasa Indonesia di sekolah itu sejak tiga tahun silam.
Baca Juga:
Ketua pelaksana pameran yang juga guru sekolah itu, FX Agus Historiyanto, menuturkan pembuatan karya sastra itu dilakukan secara berkelompok kemudian dibukukan.
Dalam membuat buku, kata Agus, para siswa juga mengurus sendiri dari mulai menulis, merencanakan cover, menghubungi penerbit, sampai menjadi buku siap baca. "Dari cerita-cerita yang ditulis sebetulnya novel mereka sudah layak jual," kata Agus, Rabu 16 Mei 2012.
Kewajiban membuat buku ini sudah dimulai sejak tiga tahun lalu untuk kelas 2 dan 3. Namun mulai tahun 2011 ini diterapkan ke siswa kelas 1, meski sifat atau bentuknya lebih reflektif. “Untuk membangun sensitivitas, imajinasi, dan daya afektif anak, serta memupuk kebersamaan lewat kerja kelompok,” katanya.
Dalam pameran yang akan dibuka keluarga keraton Yogyakarta GBPH Prabukusumo itu para siswa SMP Stela Duce Dagen juga memamerkan tak kurang 60 lembar batik, puluhan foto, serta beberapa film pendek yang pernah dibuat.
Bila membuat buku dan membatik merupakan bagian dari kewajiban, tidak demikian halnya dengan fotografi dan film. Kedua bidang ini merupakan kegiatan ekstrakurikuler. Kendati demikian, minat para siswa begitu besar. Buktinya, puluhan foto dan beberapa film yang berkisah kegiatan para siswa sendiri maupun kehidupan telah dihasilkan.
Menumbuhkan daya afeksi telah menjadi bagian yang turut diutamakan di sekolah itu, Saat ini para siswa juga tengah menimba ilmu kepada tokoh mural Indonesia, Samuel Indratma, untuk berbagi ilmu soal proses pembuatan mural.
Pameran karya para siswa itu merupakan pemikiran Prabukusumo yang kini juga duduk dalam Forum Komunikasi Mitra Pengajar Pendidik, semacam komite sekolah.
Prabukusumo melihat kenyataan bahwa pendidikan di Indonesia, tak terkecuali di Yogya, sejauh ini masih didominasi penekanan aspek kognitif. Sementara dari sisi afeksi semacam seni masih kurang diberi porsi yang memadai.
“Tak hanya diajak menghafal, dengan mengasah jiwa seni bisa membentuk karakter seseorang, yang tahu etika, toleransi, hal positif lain nilai kemanusiaan,” katanya.
PRIBADI WICAKSONO