Judul Film: Drive Angry
Sutradara: Patrick Lussier
Skenario: Todd Farmer, Patrick Lussier
Pemain: Nicolas Cage, Amber Heard, dan William Fichtner
Durasi: 104 menit
------------------------------
Jangan heran jika Anda menemukan banyak adegan kekerasan fisik dalam film ini, bahkan tak jarang sadistis. Drive Angry menyuguhkan beragam adegan kekerasan dan aroma ketegangan yang bertebaran memenuhi plot cerita dari awal hingga akhir film.
Sutradara Patrick Lussier terkesan begitu bersemangat menghujani adegan demi adegan dengan adu fisik, senjata tajam, ledakan mobil, hingga tembakan beruntun. Milton (Nicolas Cage) membuka film dengan aksi kejar-mengejar dua informan dengan adegan cukup mengentak. Baku tembak yang berujung hilangnya organ tubuh dan tertusuknya benda tajam mengenai bagian tubuh diperlihatkan dengan gamblang. Bahkan dalam versi 3D (tiga dimensi), hamburan partikel pecahan bom seperti menyambar ke arah kita.
Menyimak judul film ini, tak banyak kita temui adegan adu mobil balap. Tak ada amarah seperti saat Cage memerankan Johnny Blaze dalam film Ghost Rider garapan Mark Steven Johnson. Yang ada justru ambisi Milton untuk membalaskan dendam putri kesayangannya dari sekte setan. Serta merebut bayi mungil, cucunya, yang menjadi sasaran korban persembahan di malam bulan purnama. Persembahan yang mereka yakini akan memberikan keabadian.
Satu-satunya target Milton adalah membunuh Jonah King, pemimpin sekte sesat dan merebut bayi perempuan yang telah dilahirkan putrinya. Billy Burke, pemeran King bahkan tak mewujud laiknya penampilan pemimpin sekte setan yang serbamagis. Dengan gaya flamboyan, ia selalu diikuti oleh pengikutnya yang setia. Tongkat kayu yang ujungnya dipasangi tulang paha putri Milton itu tak pernah lepas dari tangannya.
Peran Cage yang pendiam dan tak meledak-ledak memberi kesan tokoh yang misterius. Sudah bisa ditebak bagaimana karakter film-film Hollywood selanjutnya. Jalan kemenangan seperti sudah ada di depan mata. Tinggal bagaimana kita melihat proses demi proses menuju titik kemenangan itu.
Lussier ternyata memilih untuk membangun konflik dengan cepat. Akibatnya, detil cerita tak tertangkap dengan jelas. Bahkan kita pun belum tuntas mencari alasan mengapa Milton memilih Piper (Amber Heard) untuk menjadi rekan dalam misi itu. Begitu juga dengan Piper yang tiba-tiba dalam perburuan terakhir menyatakan sedia menemani Milton.
Padahal, sebelumnya Piper sangat marah dengan keterlibatannya dalam misi yang ia sama sekali tak membayangkannya. Berawal dari perkenalannya dengan Milton saat menolong Piper setelah ia dihajar oleh tunangannya karena memergoki mereka berdua berselingkuh.
Piper yang pingsan dibawa oleh Milton. Setelah gadis itu siuman, perjalanan kemudian berhenti di sebuah klub malam. Aroma bir menyeruak. Kehidupan Amerika Selatan dengan motel kumuh, pengunjung klub dengan tampilan bandot, prostitusi murahan, bahkan teriakan-teriakan liar persenggamaan segera menghardik kita. Malam itu, Piper atau Milton memilih pasangan tidurnya masing-masing. Tentu, di bagian ini sensor bioskop segera bekerja.
Di sinilah, Piper mulai sadar ia terlibat dalam misi yang mengerikan itu. Ia memergoki Jonah dan pengikutnya yang brutal sedang mengincar Milton. Kapak, bedil, dan palu tak jauh dari tangan-tangan mereka. Para bandot selatan itu segera menggedor pintu kamar Milton. Menghujaninya dengan pukulan benda-benda tajam itu. Milton menghindar. Baku tembak tak terelakkan. Dengan gaya heroik, Milton membekap serta pelacur murahan yang sedang telanjang dalam pertarungan itu. Hingga akhirnya Piper sadar, ia telah membunuh dua polisi yang tengah bertugas mengejar Milton.
Kehadiran seorang akuntan (William Fichtner) menjadi subplot cerita yang menarik. Tak lebih dari sekedar tempelan di cerita utama memang, tetapi justru menjadi bagian yang menghibur.
Fichtner berperan sebagai penjaga penjara neraka. Ya, Milton adalah tahanan yang kabur dari penjara neraka. Ia adalah jasad yang tak lagi milik bumi. Betapapun Milton dibunuh dengan cara bumi, raganya tak bisa mati.
Gaya pemeranan Fichtner sangat menarik. Serbadingin, tenang, pandai menghasut tapi tak mempan dengan serangan apapun. Fichtner bukan sekutu Milton. Justru kehadiran akuntan ini menambah rumit misi Milton.
Lussier terlalu banyak menyodorkan adu fisik dan ketegangan yang seolah tiada henti. Lalu, bagaimana ujungnya? Yang jelas, jalan kematian Jonah, pemimpin sekte setan itu tak begitu rumit. Di sebuah pelataran bekas penjara, Stillwater Marsh, upacara persembahan itu dilakukan. Di bawah naungan bulan purnama, bayi mungil telah dipersiapkan. Tarian telanjang menjadi suguhan.
Saat itulah, Milton merangsek masuk dan memporakporandakan upacara itu sendirian. Piper tertawan oleh akuntan flamboyan itu. Heroik, satu pahlawan menyerbu sekian puluh orang yang dipersenjatai. Dan merekapun tumbang.
Tinggal Jonah kini berhadapan dengan Milton. Setelah gagal dengan peluru senjata buatan bumi, Milton mengeluarkan pistol yang ia curi dari neraka. Peluru timah langit itu membakar habis jasad Jonah dan mengirimnya ke neraka. Selesai.
Adegan berikutnya, bayi mungil didekap Piper. Tangis Piper mengiringi kepergian Milton. Akuntan langit itu bersiap membawa kakek muda ini kembali ke penjara neraka setelah melakukan satu hal yang menjadi sumpahnya, meminum bir dengan batok kepala Jonah King sebagai gelasnya. Dan mobil langit pun segera menjemput mereka berdua. Bahkan di neraka pun masih ada kasih sayang.
ISMI WAHID