TEMPO Interaktif, Jakarta - Hujan rintik masih menggelayuti arena Ancol yang kian padat. Makin malam, eforia rock kian bergema di tiap panggung konser musik terbesar di Indonesia, Java Rockinland. Ribuan penikmat musik keras tengah mewujudkan penantian selama puluhan tahun untuk menjadi saksi kepiawaian bermusik Billy Corgan. Setelah lebih dari 20 tahun berkarir, Smashing Pumpkins baru sempat menyapa penggemar Indonesia pada Jum’at (8/10) malam lalu.
Di salah satu dari empat panggung terbesar kali ini, Smashing tampil menghentak gelaran hari perdana Rockinland. Ajang ini sendiri berlangsung selama tiga hari berturut-turut, hingga Minggu ini. Tahun ini, Rockinland menyuguhkan sepuluh panggung, dengan 15 band luar negeri dan 110 band rock lokal.
Tanpa banyak cingcong, dedengkot band yang tenar era 1990an itu muncul di atas panggung berlatar sorot lampu biru temaram. Dengan dua baling kipas raksasa yang menjadi latar panggung, ia seolah datang dengan sebuah kapal.
Boleh jadi, malam itu hanya tampang Corgan yang terlihat familiar dalam formasi band yang disematkan penghargaan Grammy Awards tahun 1998, sebagai band hard rock terbaik, itu. Setelah jaman keemasan mereka yang dulu masih dinahkodai James Lha, D’arcy Wretzky, Melissa Auf De Maur, dan Jimmy Chamberlin, Smashing tampil dengan formasi anyar.
Sebagai gantinya, Corgan mendapuk gitaris cabutan Jeff Schroeder, si cantik pencabik bass bernama Nicole Fiorentino, dan penggebuk drum berbakat berusia 20 tahun, Mike Byrne. Banyak penikmat Smashing yang semula menyangsikan formasi ini dan tak jarang yang menyebutnya sebagai Billy Corgan’s Band.
Di atas pentas, Corgan hendak meyakinkan penggemar bahwa pilihannya terhadap Byrne adalah tepat. Ia memberikan durasi beberapa menit untuk personel paling buncit ini pamer. Solo drum dimainkan dengan kecepatan tinggi. Namun sayang, aransemennya tak terdengar wah. Setelahnya, si vokalis botak itu mulai asik dengan efek gitarnya yang gothic. Erangan nada-nada suram dan gelap meraung saat tengah malam.
Remaja era 90an, tentunya telah mahfum dengan sepak terjang band yang dibentuk pada 1988 di Chicago, Amerika itu. Rilisan perdana mereka, bertajuk GISH (1991), tak meledak, Namun setelah album Siamese Dreams (1993) keluar, nasib band ini berubah. Mereka berhasil masuk sepuluh besar tangga Billboard dengan penjualan lebih dari empat juta kopi.