Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sepenggal Sejarah yang Kabur  

image-gnews
Lukisan Perupa Dadang Rukmana
Lukisan Perupa Dadang Rukmana
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Suatu hari perupa Dadang Rukmana, 45 tahun, menumpahkan hasil perenungannya dalam sebuah catatan. “Sebuah peristiwa sepahit atau sengeri apapun pada akhirnya akan jadi kenangan,” begitu Dadang menulis. Dan, dalam kalimat berikutnya Dadang mengungkapkan, ia tak berani mengurai kenangan itu.

 

Lewat catatan yang kemudian dikirimkan ke seorang sahabatnya via email itu, Dadang menyatakan bahwa kenangan akan sebuah peristiwa atau sejarah itu hanya bekas, samar, dan kabur. Yang tertinggal cuma angka dan tanggal.

 

Dalam catatannya itu, Dadang menyertakan contoh lukisannya dalam bentuk foto. Lukisan itu menggambarkan ulang ulang peristiwa seorang mahasiswa sedang mencoba menghalangi laju barisan tank Tentara Rakyat Cina yang hendak merangsek para demonstran di Lapangan Tiananmen. Di sisi kanvas lukisan, tertera dengan jelas tanggal peristiwa itu: 5 Juli 1989.

 

Bertolak dari perenungannya itulah, Dadang juga mengutarakan niatnya untuk melukis ulang pelbagai peristiwa bersejarah yang penting, terutama yang merekam nasib tragis manusia. Dan Dadang memberikan ciri visual yang khas untuk lukisan-lukisannya: menggambarkannya dengan serbakabur dan mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun peristiwanya – seperti contoh lukisan yang disertakan dalam catatannya di atas.

 

Niat Dadang itu kemudian terwujud dalam pameran tunggalnya di Nadi Galeri, Puri Indah, Jakarta Barat, bertajuk History: Will Teach Us Nothing. Pameran ini berlangsung hingga 6 September 2010. Menyimak lukisan-lukisan yang dipamerkan, di sana tampak dengan jelas Dadang memanfaatkan citra fotografi sebagai rujukan visual sekaligus sebagai isi.

 

Berangkat dari foto-foto dokumentasi perang, baik di dalam maupun luar negeri, Dadang kemudian “menyadurnya” dalam bentuk lukisan di atas kanvas. Karya-karyanya bermain dalam dua warna, hitam-putih. Dadang tak menggunakan kuas dalam membuat lukisannya, melainkan dengan amplas. Awalnya, seluruh permukaan kanvas disapu cat hitam, dan kemudian ia mulai melukis dengan mengamplas bagian-bagian yang dibuat gelap dan terang.

 

Hasilnya, sebuah gambar yang tidak fokus, yang membuat obyek seolah berbayang lebih dari dua. Boleh dibilang teknik melukis itu bukan barang baru, karena lazim digunakan para pelukis untuk membuat efek, kesan tekstur atau barik. Tapi, di tangan Dadang – yang mengenyam pendidikan di sanggar seni rupa Rangga Gempol, Bandung, Jawa Barat – teknik itu justru menghasilkan racikan yang segar. “Bisa dilihat, bagaimana teknik melukis realis dihela sampai pada puncak photorealisme yang berkembang dalam seni lukis,” ujar kurator pameran, Enin Supriyanto.

 

Lewat lukisan-lukisannya itu, Dadang ingin menyatakan bahwa yang tersisa dari sejarah – baik penderitaan, informasi, simpati, atau empati – hanyalah kenanagan. Dan semuanya itu menjadi sebuah unsur yang kabur. Yang terekam jelas hanya angka tanggal kejadian dan peristiwa.

 

Coba simak lukisan tentang kepedihan Ryan White, yang terkena HIV/AIDS di tahun 1980-an. Tampak wajahnya tertunduk dengan mata terpejam. Di sisi kanan lukisan tertera tanggal, APR 08 1990. Lalu, karya lain yang merujuk pada peristiwa pembantaian jutaan warga Kamboja ketika Polpot berkuasa pada 1970-an. Dadang melukis deretan foto diri para korban. Di dua urutan terakhir, kanvas dibiarkan kosong, hanya diisi guratan garis. Dadang ingin menyampaikan, kolom yang ksosong itu bisa diisi wajah siapa saja yang menjadi korban kekejaman. Daftar korban pun ditutup dengan lukisan foto diri Dadang yang sedang tertawa. Konon, tentara Polpot paling benci dengan tawanan yang tertawa saat diinterograsi, sebelum dieksekusi.

 

Yang juga cukup menarik adalah empat lukisan berseri yang mengisahkan kematian Muhammad al-Durrah, bocah Palestina berusia 12 tahun. Ia mati tertembak peluru misterius di persimpangan Netzarim, Gaza, 30 September 2000. Jurnalis Talal Abu Rahma yang meliput dan merekamnya dengan kamera video. Dan rekaman video itu kemudian menyebar ke seluruh dunia. Dari rekaman itu Palestina-Israel kembali berseteru dan saling menyalahkan.

 

Dalam pameran itu, Dadang juga menyuguhkan karya yang merekam sepenggal sejarah Indonesia, yakni keruntuhan rezim Soeharto. Dalam lukisan yang mencantumkan tanggal May, 21, 1998 itu Soeharto tampak berstelan jas dan berpeci. Ia tengah menilik jam tangannya. Lukisan yang menggambarkan detik-detik dimulainya reformasi itu dilengkap dengan empat deret wajah penerus klan Soeharto, termasuk putra bungsunya: Tommy Soeharto. Disertakan pula dalam lukisan itu, tiga lukisan mini tentang kerusuhan Mei 1998.

 

Dalam catatan kuratorialnya, Enin Supriyanto menulis, lewat karya-karynya Dadang ingin mempertanyakan seluruh kesadaran kita tentang sejarah tragis manusia selama ini. Apa yang terjadi sesungguhnya? Berapa banyak dan seberapa benar yang kita ketahui? Apakah seluruh citra dan informasi tentang nasib buruk dan penderitaan orang lain, di belahan dunia lain, bisa menjadikan kita manusia yang punya simpati, atau empati pada penderitaan manusia lain? Apakah semua itu bisa menjadi pemantik semangat solidaritas sosial?

 

Ataukah, Enin menambahkan, semuanya pada akhirnya hanya jadi bagian dari tumpukan data arsip dan statistik? Mengabur dari kesadaran kita dan tertinggal hanya sebagai angka penanggalan, untuk masuk dalam jajaran data pengetahuan umum kita tentang berbagai peristiwa?

 

Maka dari itu, Dadang pun kemudian menulis pesan yang dikirimkan kepada Enin: “Sebuah peristiwa sepahit atau sengeri apapun pada akhirnya hanya akan jadi kenangan”.

 

 

AGUSLIA HIDAYAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

33 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

40 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.