Karya sutradara Yusef Muldiyana tersebut berkisah tentang sebuah rumah sakit yang menampung berbagai penyakit fisik maupun kejiwaan. Aktivitas dan perbincangan orang-orang dalam rumah sakit itu menjadi tulang punggung lakon sepanjang 2,5 jam tersebut. Tak cuma kehadiran pasien, dokter, dan perawat yang membuat hiruk-pikuk, tapi juga tukang roti hingga mahasiswa kedokteran.
Di babak pertama, ketika penonton seperti berada di ruang tunggu rumah sakit, hilir mudik lebih dari 20 pemain mengalir hampir tak putus. Mulut setiap pemain kerap menyebutkan istilah-istilah medis, berikut nama dan penjelasan sejumlah penyakit. Kesan seperti penyuluhan kesehatan itu tak terhindarkan walau dibalut humor segar.
Di babak selanjutnya, penonton digiring memasuki dua ruangan lain di bekas gedung sejarah itu yang disulap menjadi kamar rawat inap. Di sana, penonton seperti menjadi penunggu pasien yang duduk di antara tirai-tirai sekat antar-ranjang rumah sakit.
Menurut sutradara Yusef Muldiyana, lakon itu lahir dari perenungan kenyataan di bidang kesehatan yang terjadi di masyarakat. Misalnya, kebiasaan masyarakat tentang kesehatan, isu-isu dan pelayanan kesehatan, hingga bermacam-macam sikap masyarakat dalam menghadapi sakit.
Namun rumah sakit tersebut rupanya nyaris kehabisan ruang untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit pasien. Kecuali menjadi tempat para pedagang, atau pebisnis yang mencari keuntungan finansial semata di rumah sakit. "Penyakit menjadi berbahaya karena orang menjadi lebih cinta dunia," ujarnya sesuai pentas Jumat malam lalu.
Pementasan yang didanai duit hibah Seni-Kelola tersebut dimeriahkan oleh deretan aktor senior dan pemain baru teater. Pemain teater gaek Mohammad Sunjaya, 73 tahun, misalnya, berdialog sesuai naskah dengan Sugiyati Suyatna Anirun, 65 tahun.
Pemain teater generasi berikutnya seperti Deddy Koral, Rusli Keleeng, juga perupa Tisna Sanjaya, dan Isa Perkasa juga ikut kebagian peran sebagai pasien, calo, dan tukang koran.
ANWAR SISWADI