Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kasus Dugaan Pencurian Lukisan Karya Widayat Maaf! Tidak Untuk Dijual, Pabrik Telah Tutup

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif,Yogyakarta - Juli Raharjo, lelaki berusia 45 tahun itu, tak banyak mengenal seni. Jabatan yang disandangnya memang cukup mentereng. Dia adalah salah satu Komisaris Museum H.Widayat Kabupaten Magelang. “Karena tak tahu seni, saya tak mau menjualnya,” kata dia ditemui Tempo di salah satu restoran di Yogyakarta, Kamis (24/6) malam.

Bercelana jins dan berkaos merah, penampilan bapak tiga anak itu sangat bersahaja. Sehari-hari, selain mengelolah museum peninggalan orang tuanya, Widayat, Juli bekerja sebagai pengepul barang bekas. Bisnis yang telah dia tekuni sejak lima tahun lalu dengan modal awal Rp 5 ribu.

Jumat (18/6) sepekan lalu, dia datang melapor ke Kepolisian Sektor Mungkid Kabupaten Magelang tentang dugaan pencurian lukisan koleksi museum.

Laporan itu, kata dia, didasarkan pada temuan tiga lukisan karya Widayat di luar museum. Ketiga lukisan itu berjudul Sakura, Bis Kota dan Andong. Masing-masing berjenis oil on canvas dan berukuran sekitar 1 meter X 1,5 meter. Sesuai dengan peraturan, lukisan yang berada di museum tak diperjual belikan. “Itu sudah dinotariskan,” kata dia.

Bermula dari kedatangan seorang perwakilan sebuah balai lelang di Jakarta yang menemui Juli. Orang itu memintanya memastikan keaslian lukisan Widayat yang didapat balai. “Dan benar itu punya museum,” kata dia.

Belakangan setelah peristiwa itu, Juli kembali kedatangan tamu seorang kolektor lukisan. Seperti halnya perwakilan balai yang sebelumnya, kolektor itu meminta Juli memeriksa keaslian lukisan yang dibelinya. Dan Juli pun kian yakin, tentu ada banyak lukisan karya bapaknya yang beredar dengan cara ilegal. “Kan sudah jelas tidak bisa diperjual belikan, kenapa bisa dibeli orang,” kata dia.

Museum H.Widayat didirikan tahun 1994 dan terletak sekitar dua kilometer dari candi Borobudur. Ada 1001 lukisan karya Widayat yang disimpan di museum itu. Sejak Widayat meninggal pada 2002, museum itu diserahkan untuk kepentingan umum. Satu persatu lukisan yang tersimpan ditulis nama, ukuran dan jenisnya. Daftar itu lantas dicatatkan ke Notaris dan dilarang untuk diperjual belikan.

Widayat, kata Fajar Purnomo Sidi –saudara Juli-, memiliki 11 anak. Merekalah ahli waris Widayat. “Mereka sudah tak berhak lagi atas museum dan isinya,” kata lelaki yang akrab dipanggil pungki itu.

Anak-anak Widayat, lanjut dia, hanya diberi kewenangan mengelolah museum. “Bukan menjualnya.” Lantaran tugas pengelolahan museum itu, mereka diangkat menjadi komisaris-komisaris dan satu direktur museum.

Menurut Juli, seribuan lukisan yang disimpan di museum adalah karya terbaik bapaknya. Bagi dia, dan juga Pungki, lukisan itu tak ternilai harganya. Lantaran harta yang tak tertuliskan angkanya itu, Juli enggan menyebut nominal tiap ditanyakan berapa harga lukisan di museum. “Lah wong pabriknya sudah tutup kok,” kata Juli.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun dia tak membantah, jika ditaksir kasar, seluruh lukisan itu akan mencapai trilyunan rupiah. Dia memberikan gambaran, untuk satu lukisan oil on canvas berukuran 1 x 1,5 meter saja, bapaknya pernah terjual seharga Rp 2 milyar.

Lukisan karya Widayat tercatat dikoleksi sejumlah penggemar seni di tanah air. Menurut Juli, diantaranya adalah Oei Hong Djien, seorang kolektor dan kurator seni rupa asal Magelang. “Saya dengar seperti itu,” kata dia.

Memang tak semua lukisan karya Widayat haram diperjual belikan. Di galeri Suwarni, sejumlah lukisan Widayat sengaja dipamerkan untuk diperjual-belikan. Galeri ini berada tepat di belakang museum.

Sebagai gambaran harga lukisan karya widayat, ada sebuah lukisan dengan harga termurah yang dipajang di galeri itu. Berjudul Rayuan Gombal dan dibuat di atas kertas buku gambar, lukisan itu dijual dengan harga Rp 10 juta. “Ini yang termurah,” kata Nurodin, 29 tahun, seorang karyawan galeri.

Menurut dia, lukisan Widayat termahal yang dipajang di galeri itu mencapai harga Rp 750 juta. “Judulnya pengungsi,” kata dia. Ditanya mengenai kasus pencurian terhadap koleksi museum, lelaki asal Borobudur itu, mengaku tak tahu menahu.

Tiap hari, ada 10 karyawan yang bertugas di museum itu. Bergantian, mereka menjaga museum siang dan malam. Untuk membuka museum, baik siang apalagi malam, mereka harus mendapat restu atasan mereka –Komisaris atau Direktur museum-.

Juli tak mau bersepekulasi tentang dugaan pencuri lukisan karya bapaknya. “Semua sudah tertulis di laporan (polisi),” kata dia, “Biar mereka yang menyimpulkan.” Bahkan, dia tak peduli, jika terbukti pencuri itu adalah saudara sendiri. “Pokoknya kembalikan sajalah.”

ANANG ZAKARIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

6 Oktober 2018

Direktur Seni Nuit Blanche, Sean C.S Hu menyampaikan program Nuit Blanche ketiga di kota Taipei, Taiwan, 4 Oktober 2018.  Martha Warta Silaban/TEMPO
500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

Berbagai pertunjukan seni seperti musik juga akan ditampilkan di Nuit Blanche Taiwan, termasuk dari para tenaga kerja Indonesia.


Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

4 November 2017

Meme Setye Novanto. twitter.com
Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

Apapun saat ini bisa dijadikan meme. Perbincangan meme kembali hangat setelah penangkapan seorang pembuat meme tentang Ketua DPR Setya Novanto


Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

9 Agustus 2017

Seniman Teguh Ostenrik tengah mempersiapkan karyanya yang akan dipajang di Kalijodo. Foto: Gino Hadi Franky
Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

Karya instalasi ini masih dalam proses pembuatan. Karya ini
rencananya dipasang akhir September mendatang.


Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

31 Juli 2017

Ilustrasi wanita membuat video. shutterstock.com
Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

Seni video yang dinilai memiliki perkembangan cukup bagus di Indonesia diharapkan segera mempunyai pasar.


Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

18 Juli 2017

I Putu Sunarta dan dua gitar Divart karyanya jenis akustik dan elektrik. Lokasi di rumahnya, Banjar Dukuh, Desa Penebel, Tabanan, Bali, Selasa, 11 Juli 2017/BRAM SETIAWAN
Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

Lama menekuni seni ukir, I Putu Sunarta kini dikenal sebagai
pembuat gitar bermerek Divart di Bali.


Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

12 Februari 2017

Buku - Arie Smit, Maestro Pemburu Cahaya.  Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

Buku biografi pelukis Arie Smit yang ditulis Agus Dermawan T.
terbit.


Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

16 November 2016

Direktur Museum Van Gogh, Axel Rueger (kiri), berpose di samping lukisan
Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

Buku Sketsa The Lost Arles yang baru dirilis internasional disebut memuat 56 sketsa karya maestro lukis Vincent Van Gogh.


Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

25 Oktober 2016

Seniman asal Jogja, Gatot Indrajati. idchinaart.org
Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

Seniman asal Yogyakarta Gatot Indrajati mendapat penghargaan UOB Painting of the Year 2016.


Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

25 Februari 2016

Ratna Riantiarno memotong tumpeng usai menggelar persiapan pementasan lakon
Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

Punya pemain dan penonton setia. Tetap harus berjuang menjadi
teater yang disukai masyarakat.


Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

5 Januari 2016

TEMPO/Tony Hartawan
Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

Nahas menerpa Monumen Dirgantara di Pancoran. Monumen itu dibangun Edhi Sunarso pada 1970, pada saat kekuasaan Soekarno sudah lemah.