Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sukses Perankan Soeraja dalam "Gadis Kretek", Ario Bayu Ternyata Pernah Jadi Sultan Agung

image-gnews
Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu dalam serial Gadis Kretek. Dok. Netflix
Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu dalam serial Gadis Kretek. Dok. Netflix
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Berhasil memerankan tokoh Soeraja dalam serial "Gadis Kretek," Ario Bayu memukau penonton dengan penampilannya. Dengan kepiawaian aktingnya, Ario Bayu mampu membawa karakter tersebut. Namun perlu diketahui bahwa Ario juga pernah memerankan tokoh Sultan Agung dalam film "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta".

Dalam film tersebut, ia dipercaya memerankan tokoh utama. Ia pun mampu menggambarkan perjalanan Sultan Agung dari seorang pemimpin muda yang tidak berpengalaman menjadi sosok yang tangguh dan penuh tekad.

Ario berhasil menangkap esensi perjuangan Sultan Agung dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dalam menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa maupun dalam melawan VOC.

Sinopsis Film "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta"

Dilansir dari FestivalFilm.id, "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta" mengangkat kisah penuh tantangan Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang harus menggantikan ayahnya, Panembahan Hanyokrowati dan memimpin Kesultanan Mataram dalam situasi yang sulit.

Setelah kematian ayahnya, Raden Mas Rangsang, yang kemudian diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, harus memimpin Mataram. Tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada penyatuan adipati-adipati di Jawa yang terpecah oleh politik VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen, tetapi juga melibatkan pengorbanan cinta sejatinya kepada Lembayung. Sultan Agung harus menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya.

Kemarahan Sultan Agung mencapai puncaknya ketika VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram, yang memicu Perang Batavia. Sultan Agung memimpin perlawanan hingga meninggalnya JP Coen dan runtuhnya benteng VOC. Di tengah perjuangannya, Sultan Agung juga harus menghadapi berbagai pengkhianatan.

Perlawanan Terhadap VOC

Film ini mencerminkan perjuangan Sultan Agung melawan VOC, khususnya ketika mengetahui bahwa VOC tidak memenuhi perjanjian dagang dengan Mataram. Perang Batavia menjadi tonggak penting, di mana Sultan Agung memimpin Mataram untuk menghadapi kekuatan VOC. Peristiwa ini menjadi momentum penting dalam sejarah perlawanan terhadap penjajahan dan hegemoni asing di tanah Jawa.

Para Pemeran

Selain Ario Bayu sebagai tokoh utama, film ini diperkuat oleh para pemain berbakat yang menghidupkan karakter-karakter sejarah tersebut. Dikutip dari Viu, berikut ini adalah para pemain beserta karakternya.

  • Ario Bayu sebagai Sultan Agung
  • Adinia Wirasti sebagai Lembayung
  • Marthino Lio sebagai Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Muda
  • Putri Marino sebagai Lembayung Muda
  • Anindya Putri sebagai Ratu Batang atau Permaisuri Sultan Agung
  • Christine Hakim sebagai Gusti Ratu Bonawati
  • Meriam Bellina sebagai Gusti Ratu Tulung Ayu
  • Deddy Sutomo sebagai Ki Jejer
  • Lukman Sardi sebagai Tumenggung Notoprojo / paman Sultan Agung
  • Rifanu Wikana sebagai Kelana
  • Asmara Abigail sebagai Roro Untari
  • Rukman Rosadi sebagai Seto
  • Kgph Pa Tedjowulan sebagai Sunan Kalijaga
  • Hans de Kraker sebagai Jan Pieterzoon Coen
  • Herman Bennink sebagai penasihat militer khusus

Profil Sultan Agung

Sultan Agung adalah raja Kesultanan Mataram pada abad ke-17. Ia mencatat namanya sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

Bernama lengkap Sultan Agung Hanyokrokusumo, pahlawan ini juga dikenal sebagai Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang. Ia merupakan raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada 1613 hingga 1645.

Lahir pada 1593 dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati, Sultan Agung naik tahta pada usia 20 tahun pada tahun 1613. Ia pun dikenal sebagai salah satu raja yang membawa kejayaan Mataram Islam.

Dalam kepemimpinannya, Sultan Agung tidak hanya berfokus pada aspek politik dan militer, tetapi juga memberikan perhatian besar pada sektor ekonomi dan kebudayaan. Salah satu inisiatifnya adalah memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Karawang, Jawa Barat, yang terkenal dengan sawah dan ladang yang luas serta subur.

Selain itu, Sultan Agung melanjutkan upaya pendahulunya dalam membentuk dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pendidikan dan pengajaran kepada rakyat, menghormati ulama dengan posisi terhormat dalam Dewan Parampara, serta membentuk Lembaga Mahkamah Agama Islam.

Di samping menjadi pelindung perkembangan seni, Sultan Agung juga aktif dalam menciptakan karya seni seperti Serat Sastra Gendhing. Menurut artikel dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), keadaan sastra pada masa itu mengalami kemajuan signifikan ketika Sultan Agung menerapkan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur.

Struktur pemerintahan kerajaan Mataram Islam mencakup peran ganda sebagai penguasa dan kepala agama, menegaskan perannya dalam memajukan aspek keagamaan dan sosial di kerajaan tersebut.

Perjuangan Melawan VOC

Sultan Agung menjadi tokoh yang berperan besar dalam perlawanan terhadap Vereenigde Ooos Indische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Hindia Belanda pada 1628 dan 1629 di Batavia. Motivasi perlawanan ini muncul karena Sultan Agung menyadari ancaman kehadiran VOC terhadap kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa.

Pada saat itu, menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, kekuasaan Mataram Islam meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon. Di sisi lain, VOC telah menguasai beberapa wilayah di Batavia, yang dapat menghambat penyebaran agama Islam.

Meskipun upaya Mataram menyerang VOC pada waktu itu tidak berhasil karena lumbung persediaan makanan pasukan Mataram dibakar oleh tentara VOC.

Wafatnya Sultan Agung

Sultan Agung juga dikenal sebagai pemimpin yang cakap dalam bidang politik, militer, ekonomi, sosial, dan budaya. Ia menciptakan kebijakan agraris yang membuat Mataram menjadi pengekspor beras terbesar.

Sultan Agung meninggal pada 1645 dan membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram. Sebelum wafat, ia menuliskan serat Sastra Gending sebagai panduan hidup trah Mataram. Putranya, Raden Mas Sayidin, menggantikannya sebagai raja Mataram.

Sultan Agung juga berperan penting dalam pengembangan kebudayaan Mataram. Ia menciptakan kebijakan pemakaian bahasa Bagongan di lingkungan keraton untuk menciptakan rasa persatuan. Sultan Agung juga mencoba menggabungkan unsur-unsur kebudayaan Indonesia dengan Hindu dan Islam. Keberhasilannya dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam membuatnya memperoleh gelar Susuhunan (Sunan).

Pilihan Editor: Sultan Agung Diusulkan jadi Nama Bandara New Yogyakarta

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Mooryati Soedibyo, Alasannya Bersedia Jadi Produser Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta

4 hari lalu

Pendiri PT.Mustika Ratu Tbk Mooryati Soedibyo. ANTARA/Teresia May
Mengenang Mooryati Soedibyo, Alasannya Bersedia Jadi Produser Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta

Selain menjadi pendiri Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo pernah sebagai produser film tentang Sultan Agung. Ini alasannya saat itu.


Rekomendasi 7 destinasi Wisata di Bumi RA Kartini Jepara

4 hari lalu

Suasana alam di lokasi wisata di kepulauan Karimunjawa. (Dok.Tim ITB)
Rekomendasi 7 destinasi Wisata di Bumi RA Kartini Jepara

Jepara asal RA Kartini memiliki beragam potensi destinasi wisata menarik, salah satunya adalah Taman Nasional Karimunjawa.


FFI 2024 Angkat Tema Merandai Cakrawala Sinema Indonesia, Ini Artinya

5 hari lalu

Ario Bayu. Foto: Instagram @ariobayu.
FFI 2024 Angkat Tema Merandai Cakrawala Sinema Indonesia, Ini Artinya

Ketua Komite FFI menjelaskan tema FFI 2024 yakni Merandai Cakrawala Sinema Indonesia.


Film Festival Kurang Populer, Ario Bayu Tak Bisa Salahkan Selera Publik

5 hari lalu

Ario Bayu. (Tempo/Thea Fathanah)
Film Festival Kurang Populer, Ario Bayu Tak Bisa Salahkan Selera Publik

Penyelenggaraan FFI dapat memberdayakan produksi film lokal Indonesia dan membuka ruang bagi film festival agar lebih dikenal.


Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

14 hari lalu

Ilustrasi pengikut Islam Aboge. Dok TEMPO/Budi Purwanto
Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

Jemaah Islam Aboge di Banyumas baru merayakan lebaran pada Jumat, 12 April 2024, sehari setelah Idul Fitri yang ditetapkan Kemenag. Siapakah mereka?


Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

22 hari lalu

Ario Bayu. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Ario Bayu Didapuk Jadi Ketua Komite FFI 2024-2026, Ini Film-Film yang Pernah Dibintanginya

Ario Bayu ditetapkan menjadi Ketua FFI telah memerankan banyak karakter dari beragam film layar lebar. Berikut sebagian filmografinya.


Ario Bayu Ditetapkan sebagai Ketua Komite FFI 2024-2026 Gantikan Reza Rahadian, Ini Profilnya

22 hari lalu

Ario Bayu berperan sebagai Soeraja di serial Gadis Kretek. Foto: Dok. Netflix
Ario Bayu Ditetapkan sebagai Ketua Komite FFI 2024-2026 Gantikan Reza Rahadian, Ini Profilnya

Tidak lagi dijabat oleh Reza Rahadian, kini, Ketua Komite FFI selanjutnya dijabat aktor Ario Bayu. Begini profilnya.


Kisah Meriam Si Jagur yang Direbut Belanda dari Portugis, Kini Dipajang di Kota Tua Jakarta

24 hari lalu

Meriam Si Jagur di Kota Tua, Rabu, 2 April 2024 (TEMPO/Mila Novita)
Kisah Meriam Si Jagur yang Direbut Belanda dari Portugis, Kini Dipajang di Kota Tua Jakarta

Dulu, meriam Si Jagur diletakkan di benteng Portugis di Melaka untuk memperkuat pertahanan mereka di sana.


Dian Sastro dan Nicholas Saputra Berpasangan dalam 5 Film, Bukan Cuma Ada Apa dengan Cinta

40 hari lalu

Pemeran film romantis yang populer di tahun 2002, Ada Apa Dengan Cinta, Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra menghadiri konfrensi pers film Ada Apa Dengan Cinta 2 di The Hall Senayan City, Jakarta, 15 Februari 2016. TEMPO/Nurdiansah
Dian Sastro dan Nicholas Saputra Berpasangan dalam 5 Film, Bukan Cuma Ada Apa dengan Cinta

Dian Sastro dan Nicholas Saputra kerap dipasangkan dalam sebuah produksi film. Setelah Ada Apa dengan Cinta, berikut film lainnya mereka berdua.


Film dan Serial Populer Dian Sastro, AADC hingga Gadis Kretek dan Ratu Adil

41 hari lalu

Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu dalam serial Gadis Kretek. Dok. Netflix
Film dan Serial Populer Dian Sastro, AADC hingga Gadis Kretek dan Ratu Adil

Dian Sastro sudah banyak membintangi film populer sejak era 2000-an sampai sekarang. Lantas, apa saja film populer tersebut?