TEMPO.CO, Jakarta - Film Rose mengajak kita menyelami penderita skizofrenia dengan perspektif unik. Film produksi Denmark, tahun lalu itu mengajak penonton agar menyelami pikiran pasien, tokoh-tokoh fiktif yang berkelebatan di benaknya, hingga yang paling penting berempati kepadanya.
Fillm karya sineas Denmark, Niels Arden Oplev ini dapat disaksikan di platform menonton secara streaming, Klik Film sejak 1 Juli lalu. Rose berada dalam genre drama keluarga dengan sentuhan komedi segar pada dialog-dialog sederhana para tokohnya sehingga cukup enak dicerna.
Kekuatan Film Rose
Film Rose tak hanya mengandalkan kekuatan naskah yang intim sejak dimulai. Film ini dibintangi Sofie Grabol, Lene Maria Christensen, dan Anders W. Berthelsen yang bermain gemilang dan mampu menghidupkan film sehingga penonton terus terpaku di depan layar.
Rose dimulai dengan adegan di dalam bus ketika Inger, diperankan Sofie Grabol, memperkenalkan dirinya sebagai pengidap skizofrenia. Perkenalan ini membuat turis-turis lainnya terkejut. Tapi kejujuran Inger itulah yang mencuri perhatian Christian (Luca Riechardt Ben Coker).
Bocah laki-laki ini pelesir ke Paris bersama orangtua, Andreas (Soren Malling) dan Margit (Christiane Gjellerup Koch). Andreas memperingatkan putranya untuk tidak terlalu dekat dengan Inger. Tapi anak kecil itu selalu dianugerahi perasaan penasaran dan tertantang. Christian makin mendekati Inger dan interaksi keduanya begitu kuat.
Adegan di FIlm Rose. Foto: Klik FIlm.
Peran Rose ini begitu hangat di mata penonton berkat kecerdikan Sofie Grabol yang benar-benar melebur ke sosok pengidap skizofrenia. Sofie mampu menghadirkan Rose yang begitu dicintai penonton lantaran ia memunculkan dirinya sebagai skizofrenia yang berdaya. Meski memang ia tak kehilangan sifat-sifat manusiawinya, hal yang membuat perannya makin disayang penonton.
Belajar Tak Menghakimi Penderita Skizofrenia
Di sinilah kecerdikan Niels Arden Oplev dalam meramu film yang membahas skizofrenia. Ia tak sekadar memperlihatkan psikis pasien tapi juga fisiknya yang bertranformasi menjadi makin ringkih dan terlihat menua dari mereka yang berjiwa sehat. Penampilan Inger seperti sepantaran dengan ibunya.
Niels Arden Oplev sepertinya menyadari, tanpa perlu didramatisasi, karakter Rose sudah sangat drama. Penonton akan benar-benar menyelami kerewelan dan uji kesabaran menghadapi penderita skizofrenia. Di sisi lain, ia mampu menyelami isi hati dan pikiran penderitanya, sehingga tak akan mengeluh lagi. Semua terasa seperti sedang melakukan perjalanan batin dengan si pasien skizofrenia.
Kecerdasan Niels memilih pemain benar-benar menjadi keberhasilan film ini. Para pemainnya benar-benar menghidupkan karakter yang diperankan hingga film ini benar-benar terasa riil dirasakan penontonnnya. Penonton pun akan memahami bagaimana jika merekalah yang menderita skizofrenia.
Alhasil, film Rose bukan hanya perjalanan psikis Inger sebagai penderita skizofrenia yang kadang-kadang rewel, kadang ceria, kadang bikin lelah, tapi juga penonton aka kita yang menontonnya. Selesai menonton film ini, kita akan belajar untuk tidak menghakimi orang lain dan memilih menyayangi dan merangkulnya dengan pelukan hangat.
Pilihan Editor: Miracle In Cell No. 7 Versi Korea Dapat Ditonton di Klik Film Mulai Bulan Ini