TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak dibuang ibunya ke laut. Lalu terbawa arus dan terdampar di pulau terpencil yang belum terjamah manusia. Bayi tersebut ditemukan rusa betina hingga akhirnya dirawat dan dibesarkan.
Tumbuh di bawah asuhan rusa, anak bernama Hayy ini perlahan-lahan menyadari perbedaan dengan lingkungan sekitar. Rasa ingin tahu membuat Hayy mencari Wujud yang menciptakannya dan lingkungannya.
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan mendasar, Hayy sampai pada keyakinan adanya Pencipta yang jadi penyebab pertama dari segala yang ada. Semua berkat potensi akal yang dimiliki Hayy. Tanpa perantara agama, tanpa andil manusia lain.
Sembilan abad setelah kisah alegori Hayy ibnu Yaqzan karya Andalusia Ibnu Tufayl meletup, band avant-garde metal KEKAL mengaransemen Anthropos Rising. Lagu pembuka dalam kantung album Envisaged ini menjadi sebuah manifesto bahwa manusia bisa sampai puncak derajatnya lewat akal atau nalar dan pengamatan.
Human species looking for its essence
reaching inwardly to the inner place of knowing
who am i and what will i become
Anthropos rising!
Jika Hayy ibnu Yaqzan dianggap melerai pertentangan sengit antara filsafat dengan agama di masanya, KEKAL berusaha mendamaikan anarkisme dengan kristianitas. Contohnya ada dalam lagu Anarchy in the New Earth. KEKAL menilai salah satu prasyarat anarki di dunia adalah "when the light of Christ penetrates the aeter". Pandangan ini berpunggungan dengan kebanyakan anarkis yang skeptis bahkan menolak agama. Sebab, bagi mayoritas anarkis, agama berlawanan dengan kredo anarkisme: tidak ada otoritas selain diri Anda.
Meski menyebut kristianitas dalam liriknya, KEKAL tetap mengusung anarkisme. Anarkisme tercermin di lirik, maupun laku perbuatan KEKAL. KEKAL menolak hierarki maupun dominasi satu individu atas individu lainnya seperti yang galib terjadi di band-band lain. Sejak 2009, KEKAL memilih berjalan sebagai kolektif tanpa anggota tetap. Para eks-personel KEKAL pun dipersilakan berkontribusi.
KEKAL berdiri sejak Agustus 1995. Saat merilis debut album Beyond The Glimpse of Dreams pada 1998, KEKAL digawangi Harry (vokal), Leo Setiawan (gitar/vokal), Jeff Arwadi (gitar/vokal), Azhar Levi Sianturi (bas/vokal). Jeff dkk menjadi salah satu band Indonesia pertama yang menangkap sambutan hangat dari khalayak internasional di awal 2000. Beyond The Glimpse of Dreams dirilis label Singapura yang mendistribusikannya ke Eropa dan Amerika.
Envisaged merupakan album penuh ke-13 KEKAL. Kemasan CD-nya, tidak mencantumkan siapa saja yang berkontribusi. Hanya tertera Envisaged diproduseri, direkam, di-mixed, dan di-master Jeff. Album yang rencananya dirilis pada Juli 2022 ini merupakan kelanjutan Quantum Resolution yang meluncur pada 2020. Seperti Quantum Resolution, Envisaged merupakan konsep album. Masing-masing track berkelindan satu sama lain. Meski susunan tiap komposisi seperti sengaja dibuat mengabaikan runutan, pendengar tetap bisa menikmati Envisaged sebagai satu kesatuan utuh.
Berbeda dengan Quantum Resolution, Envisaged punya arsitektur musik yang lebih kompleks. Struktur aransemennya bisa berubah tiba-tiba dengan densitas yang variatif. Coba dengarkan bagaimana Anthropos Rising menjelma dari musik ambient menjadi black metal dengan transisi yang mulus. Raungan gitar memang tetap ada. Tapi buang jauh harapan mendengarkan musik dengan aroma kental black metal ala Bathory seperti dalam demo awal KEKAL yang dirilis ulang dalam Primal Spirits Of The Immortal ataupun debut album Beyond The Glimpse of Dreams.
Envisaged kembali menunjukkan kemahiran Jeff menulis lirik. Kutipan Hermes Trismegistus 'as above so below as without so within' dalam Anthropos Rising tak sekadar tempelan, tetapi juga menjadi permainan kata yang senapas dengan tema lagu secara keseluruhan. Tanpa jatuh dalam khotbah-khotbah kosong, pesan dalam setiap musik di Envisaged sarat perenungan.
KEKAL seperti berjalan di lintasan kaum sufi, di jalan sunyi, di pinggir jalur yang sepi, di antara keriuhan zaman kiwari. Ketika band-band metal lain melantangkan tema kematian, satanisme, hingga kiamat, KEKAL memilih bicara soal filosofi kemanusiaan dan alam. Kendati demikian, tema yang diangkat KEKAL tetap mengakar. Ada harapan agar dunia berubah. Tak ada lagi media massa arus utama yang menyebarkan ketakutan dan kebencian, serta tiada lagi penguasa dunia yang menindas.
Dalam Envisaged, ada satu musik instrumental yang menjadi jeda di antara track-track dengan lirik muatan filosofis. Judulnya "The Alchemy of Creation". Berada di track ketiga, "The Alchemy of Creation" ini tidak bisa dianggap hanya sebagai suguhan penyerta. Secara musikal, komposisi ini cukup memabukkan. Selama 7 menit 16 detik, KEKAL menyuguhkan musik kontemplatif dengan rumus bebunyian yang berlapis-lapis, repetisi yang menghipnotis, dan suasana atmosferik. Jika bosan dengan musik berlirik, musik nirkata terkadang justru menjadi jurus ampuh yang memikat.
Namun, sesuai tema dan pesan dalam Envisaged, pilihan kata maupun frase dalam liriknya mengandung konsep-konsep yang butuh penelusuran literatur. Tak perlu dalam melihat lirik lagunya, judul di beberapa lagu sudah memperlihatkannya. Bahasa yang terlalu tinggi atau ndakik-ndakik terkadang membikin pembaca mengernyitkan dahi. Di luar itu, setidaknya KEKAL berhasil melawan arus di tengah keriuhan tema kematian, kiamat, protes politik yang sudah banyak dihadirkan band lain.
Baca juga:
Iron Maiden Datang ke Indonesia Berkat Facebook
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.