TEMPO.CO, Jakarta - Musikus Blues Adrian Adioetomo menunjukkan kebolehannya memetikkan gitar dan bernyanyi di depan gedung Kementerian BUMN, Jakarta. Dalam peringatan Hari Buruh 1 Mei, dia menyuarakan soal hak-hak pekerja yang terbengkalai.
Baca: May Day, 4 Tuntutan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif
"Saya hadir di sini karena hak-hak pekerja yang belum terpenuhi, seperti isu kesehatan mental, pemecatan sepihak, itu tidak adil," ujar Adrian, Rabu, 1 Mei 2019. Di bawah sinar matahari yang begitu terik, Adrian tetap memetikkan gitarnya dan bernyanyi.
Adrian Adioetomo tak menghiraukan cuaca yang terik di siang bolong. Tanpa mengeluh, dia menampilkan performa terbaiknya di sana. Walau hanya bermodal gitar dan pengeras suara, Adrian berhasil menghibur sekaligus menyampaikan pendapatnya di depan kantor Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Di Hari Buruh ini, Adrian Adioetomo menyampaikan orasinya bersama Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif atau Sindikasi. Sindikasi menyuarakan hak-hak pekerja kreatif yang belum mendapatkan perhatian dari pemerintah dan pemilik perusahaan.
Baca juga: Hari Buruh, Sindikasi Desak Bekraf Buka Ruang Mediasi
Pada kesempatan itu, Sindikasi juga mendesak agar pemerintah melibatkan para pekerja kreatif dalam setiap pembuatan peraturan ketenagakerjaan. Ketua Sindikasi Ellena Ekarahendy berujar, pihaknya mendorong revisi undang-undang perfilman dan musik. Alasannya, selain karya yang dilindungi, para kreator yang terlibat di dalamnya juga harus dilindungi.
Serikat Pekerja Digital dan Industri Kreatif untuk Demokrasi atau Sindikasi mengelar aksi long march memperingati hari buruh. Dalam aksi ini, Sindikasi salah satunya menyuarakan soal dampak revolusi industri 4.0 terhadap pekerja. TEMPO/Dias Prasongko
Alih-alih melindungi karya dan pekerja seni, kata Ellena, undang-undang perfilman dan musik lebih mengakomodasi kepentingan pemodal dan mendefinisikan moralitas dengan versi tertentu. "Isi undang-undang tersebut justru membatasi pekerja kreatif dalam berkarya," ujar dia.
Menurut Ellena, di dalam undang-undang perfilman dan permusikan yang ada, tidak ada unsur yang melibatkan pekerja seni. Padahal, negara seharusnya menjamin perlindungan terhadap sebuah karya, juga para pekerja, dan ekosistem yang menghasilkan karya tersebut.
Artikel lainnya:
Libur Hari Buruh, Jokowi dan Keluarga Jalan-jalan ke Mal di Solo