TEMPO.CO, Klaten - Setelah dua pemuka agama Hindu usai melantunkan rangkaian doa, empat perempuan muncul dari bilik Candi Merak yang malam itu, Sabtu, 1 Desember 2018, bermandikan cahaya warna-warni dari lampu sorot di sekelilingnya. Dengan kostum dan riasan yang berbeda satu sama lain, mereka menuruni anak tangga batu dengan langkah pelan nan anggun dan sesekali meliukkan tubuh.
Diiringi musik mendayu dari perpaduan gamelan dan taiko (alat musik tradisional Jepang) yang komposisi oleh Rene Lysloff, dosen Etnomusikologi di University of California Riverside, empat perempuan itu menari sambil berjalan mengitari candi yang berada di Dusun Candi, Desa Karangnongko, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten itu. Dari luar pagar candi, seratusan warga setempat menyaksikan pertunjukan itu tanpa banyak bersuara.
"Performance itu tadi bukan tarian, tapi ritus. Namanya Ritus Dewarasa, mengambil cerita dari Samuderamantana (salah satu bagian dari sekumpulan cerita mitologi agama Hindu)," kata Sri Dwi Wahyuni, pencipta sekaligus salah satu pemeran ritus itu saat ditemui seusai acara. Untuk menciptakan ritus tersebut, seniman asal Kecamatan Bayat, Klaten, yang berdomisili di Yogyakarta itu melakukan riset selama dua bulan untuk menginterpretasi relief, ornamen, patung, hingga letak geografis Candi Merak.
Sri Dwi Wahyuni, seniman asal Kecamatan Bayat, Klaten, pencipta Ritus Dewarasa saat tampil di Candi Merak, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, pada Sabtu malam, 1 Desember 2018. Ritus Dewarasa adalah puncak acara dari kegiatan Wow Day Indonesia di kawasan Candi Merak yang diselenggarakan lulusan Asiaworks untuk merayakan ultah ke-20 lembaga pelatihan kepribadian dari Jakarta itu. Dinda Leo Listy / KLATEN
"Sedangkan untuk musik pengiring ritus, kami melakukan riset selama sekitar tiga bulan," kata Rene Lysloff, suami Dwi. Ritus Dewarasa yang berlangsung selama sekitar 30 menit itu merupakan puncak acara Wow Day Indonesia di kawasan Candi Merak yang diselenggarakan Asiaworks sejak Sabtu lalu.
Baca Juga:
Asiaworks adalah sebuah lembaga pelatihan kepribadian dari Jakarta. Salah satu lulusan Asiaworks, Teti Aristiawardani, mengatakan Wow Day kali ini diadakan serentak di delapan daerah untuk memeringati ulang tahun Asiaworks ke-20. "Wow Day diselenggarakan oleh para lulusan Asiaworks program leadership (kepemimpinan). Wow Day itu konsepnya fundraising (penggalangan dana)," kata Teti saat ditemui disela acara.
Selama mengikuti pelatihan program leadership, Teti berujar, para peserta Asiaworks langsung menerapkan ilmu yang mereka peroleh dalam kehidupan bermasyarakat. "Pelatihan itu untuk membentuk peserta menjadi true leader, pemimpin yang dapat membawa perubahan yang lebih baik di masyarakat," ujar Teti. Dan, Wow Day merupakan salah satu kegiatan yang menjadi ajang pembuktiannya.
Dua dari empat pemeran Ritus Dewarasa keluar dari bilik Candi Merak dan menuruni anak tangganya saat performance pada Sabtu malam, 1 Desember 2018. Ritus Dewarasa adalah puncak acara dari kegiatan Wow Day Indonesia di kawasan Candi Merak di Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, yang diselenggarakan lulusan Asiaworks untuk merayakan ultah ke-20 lembaga pelatihan kepribadian dari Jakarta itu. Dinda Leo Listy / KLATEN
Untuk menyelenggarakan Wow Day, Teti menambahkan, para lulusan Asiaworks berjuang mengumpulkan dana dari hasil jerih payah mereka sendiri, mulai dari berjualan suvenir hingga mengetuk hati para donatur. "Sebelum puncak acara ini, kami juga mengadakan pelatihan seperti membatik dan melukis payung untuk anak-anak, menghias jalan kampung, dan memberikan sumbangan berupa bak sampah," kata Teti.
Menurut lulusan Asiaworks yang memprakarsai Wow Day di kawasan Candi Merak, Aten, kegiatan tersebut bertujuan mempromosikan Candi Merak sebagai salah satu destinasi wisata alternatif. "Saya memilih Wow Day di sini berkat usulan Mbak Dwi (Sri Dwi Wahyuni), teman Asiaworks dari Jogja. Belum banyak orang yang tahu ada Candi Merak di sini," kata Aten.
Namun, Aten mengakui upayanya mempromosikan Candi Merak melalui Wow Day belumlah optimal karena gaungnya tidak terdengar di Klaten sendiri. "Iya, saya malah nggak mengunggah (posternya) di media sosial," kata Aten sambil tertawa.