Dialah Adolf Hitler, sosok antagonis dalam peradaban modern Eropa. Seorang tiran yang legendaris dari Jerman. Tapi, di Umah Seni, Menteng Art Space, Jakarta Pusat, Hitler muncul dengan identitas baru, berbeda, paradoksal, dan sangat kontradiktif.
Perupa Ronald Manullang-lah yang mengeksekusi Hitler sehingga menjadi sosok yang berbeda. Dalam pameran tunggalnya yang bertajuk The Final Judgment (Penghakiman Terakhir), Ronald menampilkan 10 koleksi lukisan Hitler dengan identitas baru hingga 20 Maret besok.
Potret sang diktator itu dihadirkan dalam tubuh perempuan. Posisi dan gestur tubuh yang anggun memperlihatkan sosok perempuan sejati. Namun kekejaman dan keangkuhan tampak nyata ketika wajah sosok itu dikenali.
Ronald selalu menghadirkan tubuh perempuan yang sedang hamil besar, menyusui, dan menggendong anak. Ia meminjam gestur perempuan suci, Bunda Maria, yang merujuk pada penggambaran ikonografi Katolik Roma pada zaman Pencerahan.
"Penggambaran atas diri Hitler yang cenderung merujuk pada tradisi ikonografi Kristen Ortodoks atau Katolik Roma," ujar kurator Rifky Effendy seperti dalam katalog. Menurut Rifky, Hitler menjelma menjadi perempuan yang hamil besar dan kemudian melahirkan seorang bayi entah lelaki entah perempuan.
Karya-karya itu telah dipersiapkan Ronald sejak pertengahan tahun lalu. Awalnya sangat susah menemukan perempuan yang sedang hamil dengan postur seperti perempuan Eropa. Lebih sulit lagi, perempuan itu bersedia difoto telanjang.
Dan ketika menemukan perempuan yang dicarinya untuk dijadikan model, Ronald tetap membutuhkan kerja ekstrakeras, karena ia harus konsisten memotret perempuan ini pada saat hamil dan setelah melahirkan. Butuh proses yang panjang.
Foto-foto itu lalu diolah di komputer. Ronald kemudian memasangkan kepala Hitler dengan tepat. Foto itu menjadi bahan obyeknya di atas kanvas. Kanvas dipilih dengan sangat teliti. Proses gesso dilakukan berkali-kali, sehingga sapuan catnya sangat optimal.
Untuk hasil akhirnya, sapuan kuas di atas kanvas hanya dilakukan dengan sekali jalan. Ronald melukis dengan sangat realis. Hampir-hampir mirip hasil cetak digital.
Simaklah karya pertamanya, The Annunciation. Fuhrer, panggilan Hitler, terduduk di atas kursi. Tangan kirinya menggantung ke bawah sambil membawa buku karangannya, Mein Kampf. Tangan kanannya mencengkeram lengan kursi. Matanya sedikit memicing ke atas dengan mulut yang selalu terkatup. Tubuhnya setengah telanjang memakai jubah panjang. Ia terkejut menatap Jibril, tapi tak ekspresif. Dalam kisah aslinya, Jibril mengunjungi perawan Maria untuk menjadikannya ibu Yesus.
Lalu karya bertajuk Expecting New Born Child menjadi kisah kedua. Hitler terduduk di kursi dengan perutnya yang makin buncit. Tangan kanannya menyentuh sisi bawah perut yang menjadikannya sangat dekat dengan bayi. Tangan kirinya tersangga bebas pada lengan kursi, melindungi diri dan bayinya. Seolah ia menunggu kelahiran itu dengan sabar.
Bayinya kemudian lahir, tapi tak jelas apa kelaminnya. Gestur yang paradoks antara maskulin dan feminin. Lalu seorang ibu yang arogan tergambar dalam The Fuhrer and Child. Ada rajah di tangan kanan bayi itu, seperti tanda yang dimiliki orang-orang Yahudi dalam kamp konsentrasi.
Adapun The Crucifixion seperti sebuah eksekusi bagi Fuhrer. Ronald membidik tokoh ini dari sisi yang berbeda. Fuhrer terduduk di atas kursi, terlihat dari samping dengan kedua tangan menyatu di atas paha. Tangan tak bertubuh menodongkan kayu salib Yesus. Pada tangan itu ada rajah yang sama dengan milik bayi. Kayu salib berperan layaknya pistol yang ditodongkan di belakang kepalanya.
Merujuk pada pemikiran filosofis Bambang Sugiharto dalam katalog, kemenduaan tubuh yang tercitrakan dalam serial karya ini berakar pada tradisi seni rupa dalam budaya kristiani Barat yang penuh dengan tubuh telanjang. Menurut Bambang, ketelanjangan dalam konteks kultur kontemporer Barat juga berarti mempermalukan orang lain.
Betapa Hitler adalah sosok yang tak termaafkan oleh sejarah. Ronald menggunakan cara pandang yang majemuk atas kehadiran sejarah. Menghancurkan eksistensinya untuk membangun kembali dan menyegarkan ingatan kita atas apa yang telah terjadi sesungguhnya.
ISMI WAHID