TEMPO.CO, DENPASAR —Sebuah acara khusus digelar, Sabtu 12 Desember 2015 malam ini, sebagai syukuran atas pengakuan UNESCO terhadap 9 tari Bali sebagai warisan budaya dunia. Pengakuan diberikan pada Sidang ke -10 Anggota Komite Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Dunia Tak Benda.
Sembilan tari itu adalah tari Rejeng Dewa (Klungkung), Sang Hyang Dedari (Karangasem), Baris Upacara (Bangli), Gambuh (Gianyar), Wayang Wong (Buleleng), Topeng Sidakarya/Pajegan (Tabanan), Legong Kraton (Denpasar), Joged Bumbung (Jembrana) dan Barong Ket Kunstisraya (Badung).
“Semuanya termasuk dalam konsep tiga golongan tari di Bali,” kata pakar tari Bali, Profesor Made Bandem. Ketiganya adalah tri Wali (sacral), Bebali (semi sakral) dan Balih-balihan (tari hiburan).
Dengan pengakuan itu, kata Bandem, bukan berarti Bali akan mendapat royalty seperti halnya bila seseorang mendapatkan hak cipta. Namun pengakuan itu akan melindungi tarian tu dari klaim-klaim pihak luar sebagaimana ketika Tari Pendet sempat diklaim sebagai milik Malaysia.
Kekhasan tari Bali sendiri bisa dilihat dari gerakkan kaki, kostum yang digunakan, ekspresi wajah hingga bahasa yang digunakan serta instrument music yang mengiringinya. Dengan pengakuan UNESCO, diharapkan tarian-tarian itu akan makin menginspirais kreativitas seniman Bali.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Bali Dewa Putu Beratha menyatakan, dengan pengakuan itu maka kewajiban untuk melakukan pelestarian menjadi makin jelas. Hal itu dilakukan dengan pihak Institut Seni Indonesia yang berniat menjadikan 9 tarian sebagai material pengajaran dasar untuk jurusan tari. Pihaknya juga akan melakukan penulisan buku khusus yang membahas 9 tarian itu sehingga lebih mudah diturunkan pengajarannya.
ROFIQI HASAN