TEMPO.CO, Bandung - Belasan karya video bikinan seniman dalam dan luar negeri ditampilkan dalam acara Bandung International Digital Art Festival (BIDAF) di gedung Landmark Braga, Bandung, 6-8 November 2015. Setiap hari, festival ini dibuka sejak pukul 8 pagi hingga 10 malam.
Selain pameran, Sabtu malam ini akan digelar pertunjukan multimedia oleh Rumah Musik Harry Roesli sebagai penghormatan kepada jasa dan kiprah mendiang Harry Roesli di jalur musik eksperimental dan digital. Pengunjung bisa menikmati suguhan festival secara gratis.
Pameran seni digital itu menampilkan karya-karya video, animasi, robot, serta video instalasi. Senimannya antara lain Arahmaiani, Tisna Sanjaya, Krisnamurti, Eldwin Pradipta, serta Cimahi Creative Association. Adapun artis mancanegara seperti Bill Viola dari Amerika Serikat, Tundra asal Rusia, dan Rangsit University dari Thailand.
Tisna Sanjaya memasang video dokumentasi gabungan berjudul Seni Sebagai Gerakan Sosial. Ada pula video karya Arahmaiani berjudul Light serta karya video Muhammad Akbar berjudul Di Bawah Langit yang Sama.
Video Light, yang berdurasi 4 menit 19 detik, menelusuri hubungan energi dan makna kehidupan dari beragam perspektif atau sudut pandang. Satu per satu wajah muncul dari balik kegelapan yang diterangi cahaya lilin. Masing-masing mengucapkan sepatah kata saat api lilin padam. Light mencoba membawa kembali ingatan pada kisah-kisah di masa lalu oleh sembilan orang yang mengucapkan kata, di antaranya conscience, earth, hearth, thief, prayer, dan God.
Adapun video yang cukup banyak membetot perhatian pengunjung adalah Big Poo karya mahasiswa Fakultas Seni Digital Rangsit University, Thailand. Tokoh utama pada film animasi itu adalah orang berkepala toilet. Meskipun bentuk dan kegiatan kesehariannya terkesan menjijikkan, pada akhirnya ia menghasilkan pupuk yang menyuburkan beragam tanaman.
Direktur BIDAF Franki Raden mengatakan festival tersebut untuk mengenalkan Bandung sebagai jaringan seni digital yang menjanjikan di dunia. Bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat, mereka mengenalkan artis-artis muda seni digital, sekaligus ingin menjangkau penonton yang lebih besar dari segala generasi. "Karena itu, lokasi BIDAF bukan di ruang pameran seni rupa seperti pada umumnya, melainkan di sebuah gedung yang lebih bersifat populis," tuturnya.
ANWAR SISWADI