Tak berbeda jauh dengan pameran Contemporary Archeology pertama, pameran "Contemporary Archeology Chapter Two" ini juga dominan menampilkan karya-karya objek. Hal itu tak lepas dari pengertian istilah arkeologi, yaitu disiplin yang berupaya memahami sejarah manusia dan masyarakat masa lalu melalui analisis terhadap benda-benda atau artefak buatan manusia. Arkeologi terutama terfokus pada masyarakat prasejarah, di mana tak tersedia catatan tertulis bagi para sejarawan untuk memahami masyarakat bersangkutan. Arkeologi secara etimologis memang berarti "sejarah kuno", dari "masa lalu". Karena itu istilah contemporary archeology terdengar paradoks, yaitu arkeologi yang merujuk pada masyarakat masa kini.
Dalam catatan kuratorialnya, Asmudjo Jono Irianto, menulis bahwa karya seni sebagai obyek (estetik) juga bisa ditempatkan sebagai konstruk visual untuk memahami masyarakat pembentuknya. Karya-karya seni rupa kontemporer memang dipercaya merefleksikan situasi dan kondisi kebudayaan kontemporer. Karena itu karya seni dianggap bernilai karena konten representasinya. Dengan kata lain karya seni berharga karena potensinya sebagai "penanda" bagi persoalan yang diperkarakan oleh seniman.
Menurut Asmudjo, pameran "Contemporary Archeology" hendak menunjukkan bagaimana para seniman mempersoalkan keberadaan dan peranan benda-benda (obyek) dalam kebudayaan kontemporer. Itu sebabnya kebanyakan karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini masuk dalam kategori "obyek" atau lebih lengkapnya object sculpture. Kategori object sculpture bisa dikatakan tidak menjadi bagian dari rute perkembangan seni patung. Secara kronologis perkembangan seni patung modern Barat meliputi patung figuratif, abstrak formalis dan biomorfis, instalasi, seni lingkungan, dan site specific.
Jelas kiranya bahwa istilah obyek sebagai kecenderungan seni rupa berbeda dengan pengertian obyek dalam pengertian umum yang dapat merujuk pada segala macam benda. Tentu saja ada kaitan di antara keduanya, setidaknya karya-karya object sculpture memang mengacu dan merepresentasikan keberadaan obyek atau benda-benda di sekitar manusia.
Asmudjo menulis, kecenderungan object sculpture memang sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan contemporary craft yang menjauhi aspek-aspek fungsi namun tetap mempertahankan kapasitas skill menangani material tertentu. Contemporary craft memang berorientasi pada seni dan kerap disebut craft-art. Namun keistimewaan karya-karya obyek tentu tak sekadar menunjukkan jejak proses pengerjaan/pembuatan dan skill menangani material tertentu, namun pada relasi antara idea dan realisasinya.
Hal itu ditunjukkan dalam pameran ini, yaitu adanya sikap kritis terhadap kebudayaan benda (material culture) yang memicu gagasan seni dan kemampuan mengeksekusinya. Karya-karya para seniman dalam pameran ini karenanya tak hanya membangkitkan sensasi perseptual (kepuasan estetik) namun juga membangkitkan kadar konseptual dan intelektual pemirsanya. "Itu yang menyebabkan karya-karya mereka bukan sekadar obyek, tetapi obyek seni," tulis Asmudjo dalam catatn kuratorialnya.
Kalim/Pelbagai Sumber