Tempo Interaktif, Jakarta-Jika daun pintu dan jendela sudah terlanjur tercerabut dari engselnya, segala hal akan bebas keluar masuk ke dalamnya. Makhluk asing, binatang, maling atau apa saja mondar-mandir dan mengobrak-abrik tatanan yang semula rapi, tak ubahnya pasar liar.
Harapan dan mimpi-mimpi menjejali benak istri Salman dan Salmin. Sementara suami-suami mereka tak juga beranjak dari kehidupannya, merasa tak mampu mewujudkan mimpi-mimpi sang istri. Segala yang berbau modern, konsumer, jauh dari kolot menjadi tamu yang diagung-agungkan.
Adalah sebuah keluarga besar yang carut marut oleh berbagai permasalahan. Lakon tragis dengan intrik pelik ini dimainkan oleh Teater Kubur dalam rangkaian Festival Salihara ketiga pada Sabtu-Ahad (25-26/9) lalu di Galeri Salihara, Pasar Minggu, Jakarta.
Mengambil judul On-Off (Rumah Bolong), sutradara Teater Kubur, Dindon W.S. ingin menampilkan betapa pelik dan berantakannya situasi negeri ini. Ia menghadirkan tokoh-tokoh dengan berbagai karakter yang sarat simbol. Si nenek tua misalnya, adalah simbol masa lalu dengan kesetiaan terhadap nilai-nilai. Lalu kehadiran dua keluarga kecil, Salman dan Salmin dalam rumah itu adalah bentuk masa kini yang serba dinamis. "On Off seperti juga persoalan mati dan hidup, masa lalu dan masa kini. Ada keseimbangan yang ditawarkan dan tidak semata-mata hitam putih," kata Dindon.
Setiap orang membawa persoalannya sendiri. Dalam rumah yang serba terbuka karena tak ada lagi batas itu, segala permasalahan berpilin bahkan tak terurai. Si Nenek tua yang diperankan Srikuwati, berupaya keras agar keluarga anak-anaknya kembali kepada nilai moral yang selama ini dipertahankan. Rupanya, usaha ini tak disambut baik. Istri Salmon (Siti Aisyah) misalnya, memberontak. Ia menganggap itu semua tindakan kolot.
Begitu juga dengan istri Salmin yang diperankan oleh Zazila. Ia tak peduli lagi dengan nilai moral dan adat yang berlaku di rumah itu. Yang penting baginya adalah 'gula-gula' baru yang lebih manis, yang tak lain adalah modernitas dan segala hal berbau konsumerisme.
Andi Bersama melakonkan tokoh Salmon yang tetap ingin mempertahankan tanah kelahirannya. Namun dia selalu didesak istrinya untuk meninggalkannya. Ekspresinya meluap ketika ia melihat kenyataan bahwa tanah kelahirannya telah dinodai oleh orang asing. Olah tubuh disertai dengan permainan bambu menjadi latar yang menarik.
Bagaimana dengan Salmin selanjutnya. Ia yang diperankan oleh Yardim Ada, mengambil jalan pintas. Mentahbiskan dirinya menjadi lelaki pilihan yang dipinang untuk mati syahid : mengebom dengan dalih jihad.
Dindon menciptakan momen perpisahan yang miris. Salmin dengan sangat sadar meninggalkan istri dan anaknya yang baru saja lahir untuk sebuah kematian. Istrinya hanya ditinggali segepok uang. Ucapan perpisahan yang gamblang ditorehkan Salmin melalui surat yang diberikan kepada istrinya. "Firasat apa yang menjejal-jejal di otakku. Aku tak mengerti apa itu surga dan neraka. Bertahan hidup saja sudah mengurat pikiranku," erang istri Salmin setelah kepergiannya.
Si nenek tak tahan dengan apa yang terjadi di rumah itu. Ia menangisi daun pintu dan jendela yang tercerabut itu. Tokoh orang gila yang diperankan oleh Usamah memberi pencerahan dalam kata-kata bijaknya. Dengan gayanya yang menggoda, ia mengatakan bahwa tak sepantasnya si nenek menangisi jendela dan pintu. Justru jika jendela dan pintu di dalam kalbu tercerabut, menangis adalah sebuah kewajaran. Fisik Usamah memang tak karuan layaknya orang gila. Tetapi ucapannya adalah petuah yang bijak.
Ya, begitu banyak persoalan yang diperlihatkan. Tak dipungkiri hampir semua adegan adalah stressing. Pemanggungan yang mengalir tanpa black out, panggung tanpa level dan pemain yang melakukan segala aktivitasnya di pinggir panggung, cukup menolong ritme pertunjukan tetap terjaga.
Lakon ini sebelumnya pernah dipentaskan di Tokyo, Jepang pada 2008 lalu. Pertunjukan di Salihara ini adalah pertunjukan pertama On-Off di tanah
Di akhir pertunjukan, totem besar yang tertutup kelambu, kair.
eluar dengan mata kiri menyala. Simbol dajjal itu menjadi Tuhan dan telah menggiring pasangan suami istri Salmon dan istri Salmin menjadi budak atas konsumerisme dan modernitas yang jauh dari nilai-nilai. Tuhan baru telah dijajakan. Dan rumah itu sampai kapanpun akan tetap bolong.
Ismi Wahid