Pameran bertajuk “Linea Nigra” itu memajang sebelas lukisan besar dan lima patung logam yang menggambarkan para perempuan hamil. “Linea Nigra” adalah istilah dalam bahasa Latin untuk menyebut garis gelap dari tengah perut sampai ke bawah yang muncul di perut perempuan yang sedang hamil.
Dalam rilis mengenai pameran ini, panitia pameran menyatakan bahwa seri karya Teguh terbaru ini berfokus pada hubungannya yang paling pribadi dengan istrinya yang sedang hamil. Namun, dalam karya-karyanya, ia tidak menyertakan wajah atau unsur identitas lainnya. Melalui lukisan-lukisannya, Teguh merayakan keindahan perempuan hamil dan perenungan kegelisahan akibat penantian dan persiapan kehadiran sang anak.
Sedangkan melalui patung-patungnya yang besar dan berat, Teguh menunjukkan rasa hormatnya pada perempuan dengan menggambarkannya sebagai wadah yang luar biasa kuatnya Tapi, pada saat yang bersamaan, ia juga memuaskan dorongannya yang hakiki dalam pengendalian proses alam dengan menyatukan potongan-potongan baja kecil di setiap figur. Suatu tempurung telah tercipta, kosong di bagian dalamnya. Ada suatu kerumitan dalam penggunaan materi yang begitu abstrak yang saling bertentangan, sebagai upaya penggambaran kelembutan seorang perempuan hamil. Pada saat yang sama, suatu hubungan tercipta; antara kubah baja yang menjabarkan perut dan perlindungannya, yang disediakan oleh tubuh ibu bagi anaknya di dalam kandungan. Patung-patung besar tersebut kokoh dan menjejak, namun menampilkan pergerakan yang sangat cair.
Dengan begitu banyak variasi yang digambarkan, seri ini memicu beberapa pertanyaan terhadap maksud Teguh. Apakah “Linea Nigra“ suatu gestur agung tentang hubungan antara suami dan istri atau sebuah kesadaran bahwa ego lelakilah yang menjadi faktor pendorong di balik partisipasinya dalam kehamilan itu? Apakah sang lelaki ingin melindungi istrinya atau ibu dari anaknya? Apakah ia memandang tubuh hamil sang istri dengan cinta atau sebagai suatu metode kelanjutan keturunannya? Apakah rasa keperkasaan sang perempuan itu sendiri, ditambah ketakterlibatan si lelaki dalam proses tersebut, yang telah memicu egonya dan mendorongnya mempertanyakan tujuannya?
Seri ini bukanlah semata-mata studi tubuh hamil, tapi suatu pengujian mengenai keterlibatan dan peran sang ayah. Inilah upaya sang seniman dalam mencari pemahaman esensi utama tentang tubuh hamil, sang ibu, sang anak, dan untuk menyeimbangkan ketakpastian mengenai apa yang akan terjadi.
Teguh Ostenrik adalah seniman yang telah menerima banyak pengakuan nasional maupun internasional. Setelah kuliah di Jerman, dia sempat studi lanjut di New York, Amsterdam, dan Koln. Ia juga telah terlibat dalam ratusan pameran kelompok dan pameran tunggal di Amerika Serikat, Prancis, Belanda, Jerman, Australia, dan berbagai kota di Asia. Karya-karya seni serta proyek-proyek komisinya dikoleksi oleh berbagai kolektor pribadi, museum, lembaga-lembaga internasional, dan korporasi-korporasi besar. Di antara banyak pengakuan penting yang telah ia terima adalah Top Ten Philip Morris Art Award pada 1997.
Teguh pernah menjadi dosen tamu di Beijing Central Academy of Art pada 2006. Selama tiga tahun berturut-turut (2006-2008), ia aktif menjadi anggota dewan juri dalam China-Asean Youth Art Creativity Contest di Nanning, Cina, suatu kompetisi drawing dengan 3.000 peserta. Pada 2007, ia menjadi seniman residensi di Penang, Malaysia, untuk ABN-AMRO dan Universitas Wawasan Terbuka. Teguh terpilih sebagai Artis Terbaik untuk kategori Seni Rupa pada 2009 oleh majalah Tempo. Ia kini tinggal di Jakarta. Kerja seninya selama 24 tahun telah didokumentasikan dalam Transcending Time oleh sejarawan seni Barbara Asboth.
Kurniawan