TEMPO.CO, Jakarta - Pemeran utama film Dilan 1983: Wo Ai Ni, Muhammad Adhiyat, mengaku merasakan adanya beban dan tekanan ketika memerankan Dilan untuk yang pertama kalinya. Meski begitu, aktor cilik tersebut menyatakan bahwa ia senang bisa bergabung dalam prekuel serial film Dilan hasil adaptasi novel berjudul sama yang ditulis Pidi Baiq tersebut.
“Seneng banget, pastinya. Tapi juga ada beban-beban sedikit, karena kan Dilan ini karakternya udah dikenal sama banyak orang, ya. Jadi, paling, takut ada salah-salahnya,” ucap Adhiyat dalam pembukaan acara konferensi pers gala premier pada Ahad, 9 Juni 2023.
“Kan waktu itu ada Arbani, ada kakak Iqbaal juga yang udah peranin Dilan, mereka keren-keren banget. Nah, jadi pressure buat aku, mungkin, ‘aku bisa enggak sama kayak mereka? Bisa sekeren mereka,’ itu mungkin ada beban sedikit, sih. Tapi selain itu, alhamdulillah aman, dan seneng banget bisa jadi Dilan,” kata Muhammad Adhiyat melanjutkan, turut menyebut dua aktor lain, Arbani Yazis dan Iqbaal Ramadhan, yang bermain di film Dilan sebelumnya.
Pada acara yang dilangsungkan di Stasiun Kereta Cepat, Halim, Jakarta mulai pukul 08.00 itu, sebagian pemain dalam film Dilan 1983: Wo Ai Ni turut hadir, termasuk Ashel eks JKT48 yang berperan sebagai Ida, kakak Dilan, dan Ira Wibowo yang tidak pernah absen memerankan "Bundahara" atau ibunya Dilan. Sebagian pemeran lainnya, termasuk Malea Emma yang memerankan Mei Lien sudah lebih dulu tiba di lokasi penayangan premier di Bandung.
Jejeran pemeran dalam film Dilan 1983 Wo Ai Ni bersama tim dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pada konferensi pers gala premier. Berlokasi di Stasiun Kereta Cepat, Halim, Jakarta pada Ahad, 9 Juni 2024. Foto: TEMPO| Hanin Marwah
Dilan 1983: Wo Ai Ni Bukan Film Cinta-cintaan
Berbeda dengan film Dilan sebelumnya yang berfokus pada kisah percintaan remaja, fokus cerita pada Dilan 1983: Wo Ai Ni menekankan relasi dalam keluarga dan kisah persahabatan.
“Pas SD ada Mei Lien, tapi ini bukan film cinta, bukan,” aktris Ira Wibowo menerangkan. “Naksir-naksir sedikit, biasa lah. Siapa yang enggak pernah naksir waktu kecil? Kalau itu bisa bikin lebih semangat belajar, ya, enggak apa-apa. Mereka bersahabat, Bunda sih dukung aja,” ujarnya melanjutkan.
Keterangan tersebut selaras dengan yang disampaikan Pidi Baiq dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Kamis, 9 Mei 2024. "Enggak boleh, dan ini memang bukan novel tentang pacaran, hanya cinta monyet biasa di tengah ngerinya peristiwa penembakan misterius atau yang disingkat Petrus, yaitu suatu operasi rahasia di jaman pemerintahan Orde Baru."
Cerita yang ditulis Ayah Pidi ketika menganggur ini mengisahkan Dilan saat berumur 12 tahun. "Mumpung nganggur. Daripada gangguin orang, mending nulis semau saya," katanya.
Mei Lien sendiri adalah gadis Tionghoa yang baru enam bulan pindah dari Semarang. Dilan kecil, terjerat cinta monyet dengannya, tetapi ia tahu bahwa mereka tidak boleh berpacaran.
Film yang disutradarai Fajar Bustomi dan ditulis Pidi Baiq dan Alim Sudio itu mengisahkan Dilan semasa sekolah dasar, yang tinggal di Bandung lalu harus pindah ke Timor Timur (sekarang Timor Leste) mengikuti ayahnya yang bertugas sebagai tentara pada 1983 dan kembali lagi ke Bandung.
Pilihan Editor: Novel dan Film Dilan 1983: Wo Ai Ni Siap Obati Rindu Penggemar, Kisahkan Masa Kecil di Timor Leste