TEMPO Interaktif, Jakarta: Memet Chairul Slamet menyentuh permukaan air dalam wadah kaca. Gerakan air hasil sentuhan tangan itu terpancar ke layar melalui sorot lampu dari bawah bejana kaca. Pada saat yang sama, muncul suara-suara hasil olahan efek digital. Suara itu menyesuaikan dengan sentuhan tangan Memet ke atas permukaan air yang kemudian memunculkan pola-pola gerak di atas layar.
Water 'n I. Ini tajuk konser musik eksperimental komposer berusia 41 tahun itu di gedung Societeit Taman Budaya Yogyakarta, Selasa malam pekan lalu. Malam itu Memed mengeksplorasi air untuk menghasilkan bunyi-bunyian musik.
Selanjutnya, Memet mengetengahkan bunyi tetes air sebagai panduan ritme panflute yang ia mainkan. Bunyi itu berasal dari tetes air dari enam tabung infus yang digantung. Dengan katup tertentu, ia mengatur ritme tetes air dari tabung itu, menetes ke atas membran mirip rebana. Di bawah membran-membran itu dipasang mikrofon untuk memperjelas bunyi tersebut.
Tak cukup mengeksplorasi bunyi air, Memet juga menghadirkan dua orang penari ke atas panggung: Agung Gunawan dan Irawati Kusumorasri. Menurut Memet, kehadiran dua penari ini lebih sebagai penyeimbang visual di atas panggung. "Mereka sebenarnya juga berfungsi sebagai instrumen penghasil bunyi," Memet menjelaskan.
Yang menarik, Memet menghadirkan kesenian ciblon dalam pementasannya ini, meski hanya berupa rekaman di layar. Ciblon adalah jenis kesenian yang dilakukan dengan menepuk-nepukan tangan ke dalam air sehingga menghasilkan bunyi. Ciblon yang sudah langka ini biasanya dilakukan di sungai atau danau saat sedang mandi.
Memet menggabungkan suara rekaman ciblon yang dilakukan seorang ibu tua di daerah Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, di atas layar dengan gerakan dua penari di atas panggung. Tak hanya sekadar meliuk-liukkan tubuh, keduanya juga membanting-banting kain basah ke lantai, menirukan ibu-ibu zaman dulu saat mencuci pakaian di sungai.
Pentas Water 'n I ini diilhami dari bunyi air hujan. Bagi Memet, air hujan menghasilkan timbre (warna bunyi) yang khas. "Hujan itu kalau berlangsung terus-menerus bisa menakutkan. Namun, bunyi hujan juga bisa sangat menyenangkan," katanya.
Tidak semua bunyi air memang dihasilkan dari bunyi asli. Pada beberapa bagian, Memet menghadirkan olahan efek suara digital. Itu membuat sebagian penonton mengira suara itu dihasilkan dari synthesizer. "Bukan. Itu tetap rekaman suara asli air. Cuma, saya kemudian mengolahnya dengan mengacak secara digital. Ini saya butuhkan untuk pengembaraan bunyi yang lebih luas lagi," ia menjelaskan.
Ide mengeksplorasi bunyi air sebagai elemen musik, menurut Memet, sebenarnya sudah ada sejak 2000. Namun, baru empat bulan terakhir ini digarap secara intens.
HERU CN